Minggu, 28 Oktober 2012

Piranha Tebing Tinggi, Kabupaten Balangan


Iwak buntal bisa jadi adalah iwak piranha ne, inya kada hahayaan maiguti kita sampai kulit takuyak….manginang to pang judulnya, mun kaya ini kesahnya,buntal adalah binatang namg ganas lawan tamasuk hewan nang macal (paman Ali Umar ; petugas cleaning service dan security Puskesmas Tebing Tinggi Kab. Balangan)
Panorama Tebing Tinggi

Daerah kecamatan Tebing Tinggi adalah sebuah daerah di kabupaten balangan propinsi Kalimantan selatan yang rata-rata wilayahnya berada di bantaran sungai, sebagai masyarakat yang mendiami bantaran sungai mereka memanfaatkan sungai sebagai tempat mandi, mencuci dan juga sebagai tempat membuang hajat, dan bahkan meski dengan sebuah kenyataan bahwa sungai di gunakan sebagai tempat membuang hajat, sebagian kecil masyarakat masih ada yang menggunakan air sungai ini sebagai air minum dan memasak, kenapa kutuliskan sebagian karena disetiap beberapa rumah warga masyarakat mereka bergotong royong membuat sumur untuk digunakan bersama-sama dengan memasang pipa untuk menyedot dan mengalirkan air sumur ini kerumah masing-masing, dan bahkan sekarang ini dengan masuknya program Pamsimas di kecamatan Tebing Tinggi semakin memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan air minum dengan qualitas yang terjaga, aman dan bersih. Namun biasanya apabila memasuki musim kemarau, dimana pada kondisi ini debet air di sumur-sumur warga ikut menipis dan bahkan ada sebagian sumur warga yang mengering, maka warga dengan sendirinya masyarakat akan kembali menggunakan air sungai dalam memenuhi banyak kebutuhan sehari-hari ini.
Kondisi sungai di kecamatan Tebing Tinggi ini memang sangat jauh berbeda dengan kondisi sungai seperti yang sering kita lihat di daerah perkotaan atau setidaknya dengan perbandingan sungai di kota kabupaten Balangan, Paringin, yang airnya berwarna kecoklatan dan penuh dengan sampah, sungai disini sangat jernih meskipun itu berada di musim kemarau, bahkan aku pernah membandingkan warna air sungai ini dengan air minum kemasan hampir tak ada bedanya, kalaupun air sungai ini suatu ketika akan berwarna kecoklatan, kejadian ini tidaklah berlangsung lama, hal ini menurut abah ening, salah satu warga desa sungsum kecamatan Tebing Tinggi yang rumahnya berseberangan dengan Rumah Dinas Puskesmas Tebing Tinggi hal ini dikarenakan di hulu –hulu sungai sedang terjadi hujan yang lebat, sehingga air hujan yang membahasahi tanah mengalir ke bantaran sungai dan air sungai pun bercampur air lumpur di pinggiran sungai dan memberi warna tanah yang kecoklatan pada air sungai. Namun sebagai orang yang sebelumnya tidak pernah berdiam di kawasan sungai, sungai-sungai di sini selalu nampak indah dan memberikan kesenangan tersendiri untukku dan menjadikanku sering berlama-lama berada di pinggir sungai, sambil berendam kaki atau sekedar duduk di bawah pohon jingah yang banyak tumbuh seperti memagari sungai sungai ini sambil membaca sebuah buku, atau malah aku hanya sekedar duduk saja tanpa tahu harus mengerjakan apa, namun dengan dengan ketidak tahuan meski melakukan apa, aku bisa melihat semua aktivitas warga di sekitar sungai, atau menjadi ajang bersilaturahmi dan bersosialisasi secara langsung dengan masyarakat, namun kita juga harus berhati-hati dengan pohon jingah ini, karena getah dari pohon jingah ini apabila tersentuh dengan kulit dapat menyebabkan rasa yang sangat gatal dan kulit pun menjadi kemerah-merahan karenanya, bahkan aku pernah merawat beberapa warga yang menderita gatal-gatal karena getah pohon jingah padahal di tempat tersebut tidak terdapat pohon jingah sama sekali, namun menurut keluarganya jauh di hulu-hulu sungai ada orang yang sedang menebang pohon jingah ini, kemungkinan getah pohon jingah ini jatuh ke air sungai pada saat orang menebang pohon jingah dan getah pohon jingah ini jatuh ke sungai, ikut terbawa arus sungai ke muara atau hilir-hilir sungai. Sekarang ini memang ada masyarakat yang menggunakan pohon jingah sebagai bahan bangunan, apalagi menurut bapak Agus yang berdomisili di Desa Sungsum dan sering di minta untuk mencarikan kayu sebagai bahan bangunan, pohon jingah yang sudah tua apabila di jadikan sebagai bahan bangunan akan nampak indah, hal ini di karenakan kayu jingah ini mempunyai urat-urat kayu yang indah dan warna kayunya khas, merah cerah.
Kembali kepada sungai-sungai ini, lanskap sungai ini bertabur dengan batu-batu kali berbagai ukuran yang bersembulan dideras aliran sungai, dan bahkan batu-batu gunung berwarna putih sebesar pintu dan jendela rumah ikut memendarkan diri, memperindah lanskap ini, perasaan gerah yang kadang terasa sehabis bekerja semua menjadi lepas dengan sendirinya dengan merendam diri di aliran sungai ini,merasakan pijatan air keseluruh tubuh, benar-benar sebuah alat relaksasi alami dan gratisan pula. namun sekarang ini ada perasaan yang takut yang menjadikanku berpikir berkali-kali untuk merendamkan diri. Karena meskipun keindahan ini menawan perasaanku, perasaan takut ku juga lumayan besar, karena disungai ini juga menjadi tempat hunian ikan buntal yang karena kejernihan airnya kita bisa melihat dari pinggir sungai ikan-ikan buntal ini berenang dengan bebasnya.
ikan buntal atau ikan Fugu air tawar
Ikan buntal memang ikan yang bisa ditemukan di air laut dan air tawar, ikan buntal adalah jenis ikan yang mempunyai gigi yang tajam, yang karena mungkin merasa lapar atau mungkin karena terusik oleh kita bisa menggigit dan di jamin akan meninggalkan luka yang cukup menjadikan seseorang meski berdarah-darah karena sebagian daging kita akan hilang di gigitnya, meskipun sampai sekarang belum pernah aku menemukan orang yang meninggal karena gigitan buntal atau mungkin menjadikan orang menjadi kekurangan darah karena gigitan buntal sehingga mengharuskan orang mendapatkan transfusi darah. Sejujurnya pula hanya selama berada di kecamatan Tebing Tinggi aku pernah melihat ikan buntal ini, kejadiannya pun dikarenakan ketidak sengajaan pula, kejadiannya bermula ketika Adik dan keponakanku liburan ke tempat kami, karena terpikat dengan keindahannya sungai-sungai ini, jadwal liburan ini dimasukkan juga dengan kegiatan mandi dan berenang di sungai. Berkali-kali pula sebenarnya aku di peringatkan agar berhati-hati karena mungkin di tempat kami biasa berendam santai yang tepat berada di belakang Rumah Dinas yang kami tempati ada ikan buntalnya, namun aku selalu tak pernah sampai bertemu dengan ikan buntal ini, namun karena kejadian banjir yang biasanya terjadi setahun sekali sehingga sebagian pinggiran sungai mengalami erosi, dan bentuk pinggiran sungai pun menjadi berubah-ubah, sebagian batu-batu kali akan ikut terbawa arus deras, dan selama 3 tahun ini aku berada di sini pun aku meski melihat perubahan lanskap sungai sebanyak 3 kali karena kejadian banjir ini. Karena tidak ada pengalaman sama sekali tentang dunia perbuntalan aku dengan penuh percaya diri menceburkan diri ke dalam sungai, beraneka teknik renang amatiran yang ku kuasai, ku coba praktekkan, hinggga kejadian itu terjadilah pula, aku merasa ujung ibu jari kakiku serasa perih serasa teriris, kejadiannya pun tak lama, hanya dalam hitungan detik saja, secara reflex aku pun menggepakkan kakiku dan berenang ke pinggir sungai dengan sedikit meringis karena merasa perih….semua pun pada teriak seperti Koor ‘hati-hati Buntal!!’. Namun apa boleh buat, ibu jariku sudah mengalirkan darah segar, dengan kejadian ini, demikian pula seketika acara berenangnya berakhir sampai disitu, sekejap pula semua berkemas dan pulang kerumah, dirumah kupasang Perban tekan untuk menutupi luka dan berharap perdarahan ini dapat berhenti dengan cepat, namun luka ini agak lambat berhenti perdarahannya, perlu sampai 5 kali ganti perban baru perdarahan ini bisa berhenti,itupan kalau luka ini tersentuh dengan sesuatu akan kembali terjadi rembesan perdarahan dan pada saat ku perhatikan bentuk luka ini meski tidak terlalu besar hanya berukuran ± 3x3 cm termasuk luka terbuka karena terjadi hubungan antara luka dengan dunia luar, kombinasi antara luka gigit, luka sayat dan karena sebagian bagian kulit hilang kumasukkan juga luka potong, tepi lukanya tajam dan licin, dan mungkin karena sebagian jaringan kulit ikut terpotong, kaviler pembuluh darah di ujung ibu jariku ikut-ikutan putus sehingga terus-terusan berdarah, kakak senior ku di Puskesmas, Kak Adi, menyarankan agar lukanya di perlebar aja supaya pinggiran luka dapat dipertemukan dan dilakukan penjahitan luka lapis demi lapis, namun karena keyakinanku perdarahan ini hanyalah perdarahan dari kaviler dengan menggunakan perband tekan pasti akan menghentikan perdarahan dengan sendirinya.
buntalnya stress berat
Dari kejadian ini aku jadi penasaran dan terbersit keinginan untuk melihat secara langsung seperti apa rupa ikan buntal ini, menurut teman-temanku disungsum biasanya ikan buntal kalau menggigit baru melepaskan gigitannya apabila sudah putus apa yang di gigitnya, sehingga biasanya dengan sedikit menahan nyeri kita dapat membawa ikan buntal keluar dari air selama kita menahan agar kulit yang di gigitnya tidak sampai putus, namun karena aku bukanlah termasuk orang dengan kulit qualitas badak, kulitku  yang digigit buntal ini hanya dalam hitungan detik sudah sukses putus tergigit. Anak-anak yang biasa memancing di sungai menceritakan kadang mata pancing mereka kadang bisa juga nyangkut di mulut ikan buntal, kadang bisa selamat sampai kedarat namun lebih sering karena ketajaman gigi buntal benang nilonnya putus kena gigitnya. Namun berbekal hasrat yang besar bahwa suatu saat aku akan bisa melihat si ikan buntal, segala cara kulakukan agar ada kesempatan bertatap muka langsung dengan ikan buntal ini, karena masyarakat disini kalau pun ada mendapat ikan buntal akan langsung dibuang dan langsung diwapatkan begitu saja tanpa mesti lapor kantor Polisi, namun dengan kegigihan rasa keingin tahuanku dengan sendirinya kesempatan itu datang juga tanpa di duga-duga, temanku abang Harni warga desa sungsum yang biasa di mintai bantuan membawa mobil Ambulance Puskesmas apabila ada kasus-kasus tertentu yang tidak mungkin tertangani di pukesmas, membawakan ikan buntal hidup yang ikut-ikutan nyasar ke jaring ikannya, dan ikan buntal ini pasti stress berat karena harus di bawa ke rumahku sehingga ia sampai menggelembungkan tubuhnya. Ikan buntal memang ikan yang gampang stress, biasanya apabila ia merasa terancam ia akan menggelembungkan badannya, sampai benar-benar seperti bola saja layaknya.
Dari literature yang tersebar bebas diinternet di katakana bahwa sebenarnya ikan buntal atau dikenal juga ikan fugu ini tidak hanya ada di air tawar tapi juga di lautan sana. Ikan buntal ini maksimalnya hanya dapat mencapai 4,5 cm saja. Buntal mungil ini memiliki bentuk bulat lonjong dengan mata yang berwarna merah serta ekor yang berwarna kemerahan. Tubuhnya berwarna belang hijau muda dan coklat kehijauan dengan sedikit nuansa warna kemerahan. Terkadang corak tubuhnya tersebut tidak beraturan sehingga warna belang hijau-coklatnya tidak tampak. Bagian perutnya memiliki warna putih, membuat warna pada tubuhnya tampak menjadi kontras. Apabila diraba pada saat ia tidak stress kulitnya terasa licin dan sedikit berlendir seperti katak, dan berbau sangat amis, namun apabila ia diangkat keluar dari air, ia menjadi stress dan menggelembungkan tubuhnya, maka pada saat ini kulitnya akan terasa sangat kasar, sisik-sisik kecilnya dapat teraba dan menjadi kasat, ikan buntal ternyata juga mengandung racun yang sangat mematikan di organ hatinya,  racun tersebut adalah jenis TTX atau Tetrodoksin, kandungan racun ini konon beberapa kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan Potasium sehingga dapat  membunuh manusia hanya dalam hitungan menit. Di jepang ikan buntal masuk dalam kategori ikan mahal, harganya mencapai Rp. 2.000.000,- an per kilonya. Beberapa orang yang pernah memakan ikan ini mengatakan bahwa rasa ikan fugu atau buntal itu seperti perpaduan rasa gurih, asin, dan agak manis. Pokonya susah diterangkan kalu anda tak memakanya sendiri, untuk memasaknya pun tidak bisa sembarang orang, koki tersebut harus mendapat sertivikat koki ikan fugu atau ikan buntal jepang, namun kabarnya di jepang ada juga orang atau sebagian orang yang tidak boleh mencicipi masakan dari ikan buntal ini, yaitu kaisar dan keluarga kaisar jepang.
Dengan melihat kejadian yang menimpaku ini ikan buntal dapat di katakana ikan yang agresif dan ganas, namun ikan buntal yang diberikan oleh temanku itu ternyata tak tampak agresif dan ganas saat di masukkan ke dalam ember, mungkin hal ini di karenakan ikan buntalnya ada perasaan malu dengan rumah barunya di dalam ember, atau mungkin air yang ku berikan terlalu sedikit, entah lah…..namun menurut abah ilai ikan ini menjadi agresif pada saat ia sedang bertelur, atau kita mengganggu kehidupanya di sungai, dalam hal ini abah ilai memberikan contoh tindakan yang dapat mengusik ikan buntal yaitu dengan mencelupkan kayu yang di bakar dan masih menyala, atau mengandung bara kedalam air dengan tujuan memadamkan apinya, atau bisa juga kalau kita menepuk-nepuk atau memukul permukaan air dengan keras menggunakan tangan atau menggunakan kain atau pakaian kita pada saat mencuci disungai pada tempat yang ada hidup ikan buntalnya. pada kesempatan tersebut abah ilai juga memberikan tips agar kita tidak sampai di gigit buntal di sungai-sungai di kecamatan tebing tinggi ini, diantaranya adalah dengan melihat dari permukaan air ada tidaknya ikan buntal, sungai-sungai disini memang sangat jernih sehingga dari permukaan air kita dapat dengan jelas melihat dasar sungainya, kemudian jangan lah mandi di air yang alirannya tenang, karena menurut abah ilai disinilah habitat yang paling disenangi oleh ikan buntal ini, yang paling aman kita harus mandi di tempat dengan aliran sungai yang deras karena disini pastilah tidak ada ikan buntalnya.
Semoga saja kejadian yang bersumber dari ikan buntal ini tidak akan terjadi lagi, meskipun sampai sekarang masih ada terdengar kejadian-kejadian orang yang di gigit oleh ikan buntal, dan kemudian kalaupun ada yang mengabarkan tentang kenikmatan ikan buntal, sebaik nya kita pikir-pikir dulu untuk menjadikan ikan buntal sebagai santapan di meja makan kita, anggap saja kita ini adalah para keturunan kaisar jepang, atau malah mungkin sebagai kaisar jepang itu sendiri yang tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsinya,sebagai pantangan makanan seorang kaisar, apalagi di Negara kita Indonesia ini pengawasan tentang tata cara pengolahan ikan buntal atau fugu ini masih belum seketat jepang, Hal ini dibuktikan dengan masih adanya laporan kasus kematian yang disebabkan karena ikan buntal.[]


Jumat, 26 Oktober 2012

Upacara Penyembuhan Penyakit : Baalin di Desa Ajung Dayak Pitap



cakur atau kencur
Bapak Gurat
SebagaipetugasKesehatan di PuskesmasTebing Tinggi, aku merasater hormat dapat berkenalandengansaudara-saudaradarisukudayakpitap, Dayak Pitap merupakan sebutan bagi kelompok masyarakat yang terikat secara keturunan dan aturan adat, mendiami kawasan disekitar hulu-hulu sungai Pitap dan anak sungai lainnya di kecamatanTebing Tinggi, KabupatenBalangan, propinsi Kalimantan selatan.warga Dayak pitap Sekarang ini tersebar dalam 4 desa di kecamatan Tebing Tinggi, yang secara langsung juga merupakan wilayah kerja Puskesmas Tebing Tinggi, yaitu Desa Dayak Pitap (Dusun Iyam, Dusun Kambiyaen), Desa Ajung ( Dusun Ajung dan Dusun Nanai),Desa Langkap (Dusun Langkap, Dusun Aniyan, DusunRaranum, Dusun Kaitan dan Dusun Maiwa) dan Desa Mayanau (Dusun Japan,Dusun Panikin dan Dusun Hungil).
Dan sebagai petugas kesehatan ada sisi menarik yang aku temui disana, yang tentunya berhubungan dengan tradisi masyarakat dalam mengatasi permasalahan kesehatan, menurut Bapak Rahmadi (sekdes desa dayak Pitap dan Kepala Adat Dayak Pitap Priode 2000-2005) dalam mengatasi permasalahan kesehatannya, masyarakat Dayak Pitap mengenalnya sebagai bahayaga dan Baalin. Bahayaga merupakan Ritual penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh roh-roh jahat atau kepohonan, pelaksana ritual bahayaga ini adalah balian.mungkin karena dilaksanakan oleh balian maka orang diluar dayak pitap menyebutnya babalian, selain balian dalam bahayaga ini juga masih ada yang terlibat dalam upacara ini sebagai pembantu balian yaitu Patati (penjawab pertanyaan balian), panggandang (penabuhgendang), pengagung(penabuh gong) dan pangalipat (penabuh Kalimpat). Dalam bahayaga ini ritualnya panjang karena harus mencari sebab sisakit secara mendetail mulai dari rumah sampai keluar rumah dan bahkan sampai kelingkungan yang luas, sedang pengobatan yang singkat ritualnya adalah baalin, Baalin ini menurut Bapak Rusan (Ketua RT.1 Ds. Ajung) dikenal juga sebagai Baahap, namun para generasi mudanya lebih mengenalnya sebagai Bakucup atau Basambur.dalam baalin yang terlibat dalam ritual hanya 2 orang yaitu Balian sebagai pemberi pertolongan, yang dinamakan balianduduk dan orang yang sakit atau orang yang akan di tambai atau iyahantar.
Menurut Bapak Gurat (Balian dan Penghulu Desa Ajung) baalin adalah ritual mengambilsuatu benda atau materi-materi yang ada di dalam tubuh dengan cara di kucup (Kecup atau diisap) akibat kepuhunan yang mengakibatkan seseorang menjadi sakit. Benda atau materi-materi yang diambil tersebut dapat berupa kerikil, serpih kayu atau serpih bambu. Pelaksanaan upacara baalin tidak terikat waktu, dapat dilaksanakan kapan saja baik siang maupun malam hari. Upacara baalin dapat langsung dilaksanakan ketika pasien dan balian bertemu, baik pasien yang mendatangi balian maupun sebaliknya. Sebelum upacara baalin dilaksanakan, terlebih dahulu disiapkan perlengkapan yang diperlukan agar upacara baalin tersebut berjalan dengan baik, perlengkapan yang disiapkan terbagi menjadi dua, yaitu perlengkapan yang digunakan balian dan perlengkapan yang digunakan oleh pasien. Perlengkapan yang digunakan balian dalam proses upacara baalin adalah cakur (kencur), daun jariangau, kembang bau (kembang yang mengeluarkan bau kurang Sedap), kembang habang (Bunga berwarna merah) dan kapur.Cakur (kencur) dan daun jariangau berfungsi untuk :
1.    Penghubung antara balian dengan roh leluhur.
2.    Pahalat atau pembatas antara balian dengan passien yang sakit, tujuannya agar Balian tidak sampai tertular penyakit yang di derita pasiennya.
3.    Pengusir setan atau roh jahat.
Sedangkan perlengkapan yang di bawa urang nang garing (pasien) adalah Piduduk. Piduduk merupakan sesajen yang terdiri dari baras lakatan (beras ketan), nyiur (kelapa), gula habang (gula merah) dan Hintalu (telur) ayam kampung yang diserahkan kepada balian sebagai hadiah. Dan kalaupun dalam piduduk ini ditambahkan barang barang lainnya, ini hanyalah tambahan saja sebagai ucapan terima kasih atau sbagai jasa kepada balian.
Apabila perlengkapan ritual yang terdiri dari daun jariangau, kencur, kapur, kembang habang dan kambang bautelah tersedia maka balian akan mengenakan perlengkapan balian yaitu Laung (ikat kepala kain) dan kancut atau pampai yaitu celana hitam yang diikat kakamban (Kemben) di pinggang, selanjutnya balian akan memasang pahalat agar balian tidak sampai tertular penyakit yang diderita pasien, pahalat tersebut adalah tanda cacak burungyang ditulis kan di badan balian menggunakan kapur dan janar(kunyit) di punggung tangan kiri dan kanan, punggung kaki kiri dankanandan tepat di ulu hati balian, dan mengunyah kancur, selanjutnya balian akan merapal mantra pahalat( Pembatas). Cacak burung adalah tanda magis penolak bala yang berbentuk tanda + (positif) yang dikenal dalam budaya tradisional suku Banjar, suku Dayak Bukit dan suku Dayak Dusun Deyah di Kalimantan Selatan. Pada suku Dayak yang menganut Kaharingan disebut palang basalangar. Pada awal pelaksanaan balian akan menemui pasien dan menanyakan keluhan yang dirasakan penderita, kemudian setelah balian mengetahui keluhan yang disampaikan, balian selanjutnya mengambil daun jariangau membaca mantra dengan tujuan membuka tirai kasat mata ditubuh pasien sehingga akan mudah melakukan deteksi penyakit dan mempermudah dalam pengobatan yang dalam hal ini adalah mengambil benda atau materi materi yang ada benda di dalam tubuh pasien, menurut balian benda atau materi yang diambil tersebut dapat berupa batu kerikil, banih(padi), serpih paring(bambu) atau kayu ulin.
Setelah ritual pembukaan tirai tubuh pasien dilakukanlah pendeteksian penyakit dengan menggunakan kambang habang dan kambang bau yang dipegang oleh balian dandiarahkan keseluruh tubuh pasien, kegiatan ini dilaksanakan beberapa waktu sampai ditemukan tanda penyakit kepuhunan yang menurut balian di tandai dengan adanya embun pada kambang habang dan kambang bau pada area tubuh penderita yang pada akhir pelaksaan upacara akan dilakukan pengucupan atau basambur atau baalin di area tersebut walaupun menurut pasien bukan disana letak terasa sakit atau perasaan tidak enak yang dirasakan penderita. Selama pelaksanaan pendeteksian ini balian terus membaca mantra yang hanya diketahui oleh balian. Namun apabila dalam pendeteksian penyakit ini tidak ditemuakan adanya pertanda embun pada kambang habang dan bau ini, maka balian akan mengatakan bahwa penyakit ini bukanlah penyakit kepuhunan dan balian akan menyarankan kepada pasien untuk memeriksakan diri kepada pelayanan kesehatan.
Setelah pendeteksian penyakit, selanjutnya masuk kedalam acara inti upacara baalin yaitu melakukan pengucupan atau basambur atau baalin untuk mengambil benda atau meteri materi didalam tubuh pasien, benda atau materi yang ditemukan oleh balian akan di tempatkan ke sembarang wadah yang oleh balian diserahkan kepada penderita atau keluarga yang mendampingi pasien selama upacara pengobatan, oleh balian benda atau materi yang ditemukan ini disarankan kepada keluarga yang mendampingi atau balian yang melaksanakan untuk di larung ke sungai yang mengalir derasatautempatsesuaidengananjuranbalian.
Setelah baalindilaksanakanpenderita diwajibkan melaksanakan larangan larangan atau pantangan yang disampaikan oleh balian, hal ini wajib dilaksanakan karena apabila penderita melanggarnya maka tidak akan terjadi penyembuhan penyakit penderita.
Pantangan –pantangan tersebut adalah :
1.    Sejak selesai baalin penderita tidak boleh keluar rumah sampai dengan keesokan pagi harinya yaitu sekitar pukul 9 pagi dan penderita tidak boleh menerima tamu.
2.    Tidak boleh memetik daun atau pun tumbuhan yang masih hidup
3.    Tidak boleh kena air atau mandi
4.    Tidak boleh memegang wasi dalam hal ini adalah benda-benda tajam bahkan jarum jahit sekalipun
5.    Tidak boleh mengkonsumsi minuman yang dingin
6.    Tidak bekerja sampai sampai penderita dianggap sembuh.
Demikianlah prosesi Baalin yang dilaksanakan oleh suku dayak pitap, sebuah ritual yang di yakini oleh masyarakat dayak pitap telah ada semenjak bumi ini tercipta dan semenjak dayak pitap itu ada, dan mereka pun meyakini bahwa tidak satu pun yang dapat menyembuhkan segala penyakit di dunia ini, yang dapat menyembuhkan adalah sang Maha Pencipta, manusia hanya mampu berusahanamun pada akhirnya Tuhan jua yang menentukan segalanya. Dan pada akhirnya tulisan ini ku persembahkan kepada teman-teman dan saudara-saudaraku dari pitap, orang-orang yang penuh dengan keramahan, santun dan gagah perkasa.[]

Beberapa Upacara Adat Dayak Pitap

Penulis dengan Inai :siswa berprestasi dari Dayak Pitap


Dayak Pitap merupakan sebutan bagi kelompok masyarakat yang terikat secara keturunan dan aturan adat, mendiami kawasan disekitar hulu-hulu sungai Pitap dan anak sungai lainnya di kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Balangan, propinsi Kalimantan selatan.warga Dayak pitap Sekarang ini tersebar dalam dalam 4 desa di kecamatan Tebing Tinggi, yang secara langsung juga merupakan wilayah kerja Puskesmas Tebing Tinggi, yaitu Desa Dayak Pitap (Dusun Iyam, Dusun Kambiyaen), Desa Ajung ( Dusun Ajung dan Dusun Nanai),Desa Langkap (Dusun Langkap, Dusun Aniyan, DusunRaranum, Dusun Kaitan dan Dusun Maiwa) dan Desa Mayanau (Dusun Japan,Dusun Panikin dan Dusun Hungil).. Masyarakat Dayak Pitap sebenarnya merupakan bagian dari dayak Meratus, kepercayaan masyarakat disini tercatat ada 4 macam dalam jumlah yang bervariasi dan hidup berdampingan dengan damai yaitu Islam, Kristen Protestan, Hindu dan agama Kepercayaan, agama islam adalah agama yang dianut paling sedikit, dan agama kepercayaan adalah agama yang terbesar yang dianut, kepercayaan ini merupakan kepercayaan yang di wariskan secara turun temurun, Istilah kaharingan yang populer di Kalimantan Tengah untuk menyebut agama tradisional, tidak terlalu familiar di tempat ini, tetapi mereka lebih familiar dengan istilah agama leluhur atau kepercayaan leluhur, ada juga yang menyebut agama balian.
Siklus hidup Manusia
Masyarakat dayak pitap dalam kepercayaannya meyakini akan adanya kehidupan abadi setelah kehidupan ini,mereka meyakini orang yang telah meninggal maka arwahnya akan menuju alam Pidara atau Kumbawa yang disebut balai bante pidara atau balai ratu kumbawa atau balai batandakan, yaitu tempat berkumpulnya arwah.
Siklus hidup masyarakat Dayak pitap nampak tergambar dalam berbagai upacara-upacara yang mereka laksanakan dalam kehidupan sehari – hari diantaranya adalah :
1.    Upacara kelahiran
Upacara kelahiran ini disebut upacara bapalas bidan, upacara ini dilaksanakan minimal 3 hari setelah si bayi lahir, atau paling lama 1 minggu setelah bayi lahir. Pemimpin upacara ini adalah seorang balian, yang intinya adalah mendoakan si anak agar menjadi anak yang baik dan sehat, serta supaya sang ibu sehat. Dan juga sekaligus memberikan nama kepada si bayi baru lahir yang I berikan oleh orang tuanya.
2.    Upacara perkawinan
Dalam adat dayak pitap, perkawinan dapat di lakukan dengan sesame suku dayak pitap maupun dengan orang di luar suku dayak pitap, menurut bapak Rahmadi (42 tahun) mantan kepala adat desa dayak pitap priode 2000-2005 dan sekarang menjabat sebagai sekretaris desa dayak pitap ada serangkaian proses yang harus dilalui menjelang perkawinan maupun saat hari perkawinan yaitu :
-    Burung Muntung, yaitu pembicaraan atara kedua calon mempelai, pada acara tersebut pihak laki-laki membawa uang 6 real atau Rp. 12.000,-, satu bungkus Rokok dan korek api. Bila dalam masa 3 hari tidak ada tanda keberatan dari pihak mempelai wanita berarti hubungan bisa dilanjutkan dengan tahap selanjutnya.
-    Baparakan atau badatang, yaitu pihak laki-laki datang ke pihak perempuan untuk melamar secara resmi, pada kesempatan ini pihak lelaki membawa uang tetali berupa sekeping uang logam kono yang dibungkus sapu tangan.
-    Bagurau atau basaruan, yaitu semacam undangan pihak lelaki kepihak perempuan dan sebaliknya, sekaligus penentuan jujuran (uang mahar), tempat dan waktu dan tempat pelaksanaan resepsi perkawinan.
-    Pelaksanaan pengantin, biasanya di laksaakan dirumah atau balai adat pihak perempuan. Diawali dengan basangai (mendudukkan kedua pengantin berdampingan/ batatai), pengesahan sebagai suami isteri (semacam ijab qobul) yang dilakukan penghulu adat. Setelah itu dilakuakan ritual bapayak yaitu balian membacakan doa untuk kedua mempelai, selanjutnya menyerahkan piduduk ( saserahan yang berisi beras, minyak goring, gula, telur dan uang) kepada penghulu adat.
-    Bulik undang, yaitu saat dimana pihak perempuan di bawa ke rumah pihak laki-laki untuk di kenalkan dengan kerabat pihak laki-laki.
3.    Upacara yang berkaitan dengan perladangan.
Istilahnya adalah upacara bahuma, kegiatan bahuma ini semua tidak lepas dari semua upacara adat sampai dengan masa panen telah tiba. Setelah panen dan padi telah masuk lumbung diadakan aruh bawanang atau pesta mahanyari baras, upacara ini dilaksanakan secara berkelompok, selama 3 hari 3 malam dengan memotong hewan persmbahan berupa ayam dan kambing.setelah upacara aruh bawanang selesai baru boleh padi ini di konsumsi, bila upacara dilaksanakan 4 hari 4 malam dengan memotong hewan persembahan berupa kerbau disebut aruh baharin.
4.    Upacara pengobatan
Upacara pengobatan atau penyembuhan penyakit bagi masyarakat dayak pitap adalah bahayaga, pelaksana upacara ini adalah balian, mungkin karena dilaksanakan oleh balian maka orang diluar dayak pitap menyebutnya babalian, menurut bapak Rosan (47 tahun), bahyaga ini bertujuan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh roh-roh jahat atau kepohonan, selain balian dalam bahayaga ini juga masih ada yang terlibat dalam upacara ini sebagai pembantu balian yaitu Patati (penjawab pertanyaan balian), panggandang (penabuh gendang), pengagung(penabuh gong) dan pangalipat (penabuh Kalimpat),menurut bapak Rahmadi lagi dalam bahayaga ini dalam upacara pengobatan ritualnya panjang karena  harus mencari sebab si sakit secara mendetail mulai dari rumah sampai keluar rumah dan bahkan sampai kelingkungan yang luas, sedang pengobatan yang singkat ritualnya adalah baalin yang akan penulis ulas dalam tulisan ini.
5.    Upacara kematian
Dalam upacara kematian diawali dengan upacara penguburan yang disebut turun tanah, menurut bapak Misnadi (25 tahun), pengajar di SDN Ajung, dayak pitap, apabila ada yang meninggal akan di bunyikan gong sebagai pertanda bahwa ada warga mereka yang meninggal, mayat akan di mandikan sampai bersih kemudian di beri pakaian terbaiknya dan di masukkan ke dalam peti mati yang telah dibersihkan, para warga bersama akan memberikan sangu kepada si mayat atau pula titipan kepada anggota keluarga yang telah lebih dulu meninggal (Permohonan maaf penulis haturkan apabila tulisan ini salah, karena data ini kami dapatkan secara tidak sengaja dalam pembicaraan sambil lalu), bapak gurat (47 Tahun), penghulu adat dayak pitap menjelaskan agong (gong) di bunyikan juga sepanjang jalan dari rumah duka menuju tanah pekuburan, setelah penguburan dilakuakn upacara batagas atau badarah hidup yaitu pembersihan rumah dan tapung tawar untuk membersihkan orang yang mengantar jenazah ke kubur supaya tidak  di ganggu oleh roh-roh jahat.setelah itu dilaksanakan upacara pada hari ke-3 (Maniga hari), hari ke-7 (manujuh hari), hari ke-25( Manyalawi), hari ke-40(Mamatang Puluh) dan hari ke-100(Manyaratus), setelah itu, setiap tahun dilaksanakan upacara maantar tahun pada tahun pertama sampai ketiga yang dilakukan setiap panen sebelum padi di makan keluarga yang hidup.bagi keluarga yang mampu setelah manyaratus bisa dilakukam upacara mambatur yaitu memasang batu nisan dan kandang makam secara permanen, tetapi upacara mambatur tidak diwajibkan, hanya bagi mereka yang mempunyai nazar atau mereka yang benar-benar mampu. Menurut bapak Syahruni (44 tahun) kepala adat Dayak Pitap, pada jaman dahulu, orang yang meninggal tidak dikuburkan dalam tanah, tetapi di layah, yaitu diletakkan dalam sebuah pondok kecil di dalam hutan. Konon pada masa tersebut, ada seorang warga dayak pitap yang meninggal kemudian dilayah, setelah 3 hari di layah mayat tersebut hidup kembali dan berpesan supaya dirinya tidak di layah, tetapi dikubur dalam tanah. Situs kubur dilayah dalam pondok terdapat di gunung Riam Tiangin, di hulu sungai pitap kearah kota baru, konon kubur tersebut telah ditinggalkan sejak 5 generasi dari sekarang.
Dalam beberapa upacara yang dilaksanakan oleh warga dayak pitap ini, kiranya apabila kita tarik garis merah kesemuanya akan bermuara kepada hubungan manusia dengan sesama, alam dan sang pencipta. Dan juga apabila kita rangkaikan segala upacara yang dilaksanakan dalam masyarakat dayak semua menceritakan tentang siklus kehidupan manusia, lahir,mencari rezeki dan bertahan hidup, sakit sembuh dan pada akhirnya kita semua pastilah akan kembali ke khadiratnya, wapat…mati.