Senin, 12 Agustus 2013

APAM HARI RAYA


Tulisan ini masih ada hubungannya dengan Lebaran kemaren di Barabai, namun ini lebih tepatnya adalah cerita tentang belebaran di Banua,  kampungku di Desa Banua Budi Kecamatan Barabai, Hulu Sungai Tengah. Tepatnya, kurang lebih 4 KM dari Kota Kabupaten. 

Nah setiap kali lebaran ada beberapa penganan yang menjadi wajib ada di sini. Bagaimana tidak, karena setiap kali mendekati lebaran Mama di rumah selalu sibuk menyiapkan pengananan ini.

ya….penganan ini adalah Apam. kue basah berwarna kuning atau putih yang terbuat dari tepung beras, santan gula merah/putih, tape singkong dan Ragi. 

Kota barabai memang dikenal sebagai kota apam namun kalau apam hari raya demikian orang menyebutnya di Banua berukuran lebih besar dan lebih tebal, 1 buah apam seukuran dengan piring makan, sedang apam barabai yang biasa kita jumpai selain hari raya berukuran kecil dan tipis.

Apam hari raya seingatku selalu ada semenjak aku kecil dulu. Bahkan Mama mengatakan bahwa, ia mendapatkan resep membuat apam hari raya ini dari nenek, dan nenek pun menurut mama mendapatkan resepnya dari neneknya nenek. 

Namun menurut mama lagi tidak ada resep rahasia dalam membuat apam hari raya ini, karena mulai dari Banua Binjai sampai ke Kambat sana merayakan hari raya dengan membuat kue apam, hanya tinggal mau mengerjakannya atau tidak. 

Dalam resep pembuatannya mama menjelaskan bahwa bahan dasar apam yang terbaik adalah tepung beras IR42 karena beras ini termasuk beras Karau, kalau menggunakan beras lambik nanti tidak mau mapau(mengembang), tepung beras ini kemudian di campurkan dengan air hangat, santan, tape singkong, ragi dan gula, pungsi gula disini selain untuk member rasa manis menurut mama juga akan member warna terhadap apam, apabila menginginkan apam dengan warna kuning kemerahan menggunakan gula aren sedangkan apabila menginginkan warna putih gula yang di gunakan adalah gula pasir. 

selanjutnya adonan ini di ratakan,dibanting-banting dan dibiarkan selama 1 malam, apabila adonan sudah mapau yang ditandai dengan adonan nampak berbusa dan mengembang, maka adonan siap di Kukus dalam tuangan,tinggal tunggu matang, sudah jadilah apam.

Dan kue apam ini biasanya akan di bagikan kepada tetangga-tetangga, namun karena setiap rumah di banua rata-rata juga membuat kue apam, jadilah kegiatan barter apam pada akhirnya. Namun bagi teman-teman yang mungkin ingin merasakan apam hari raya ini namun kebetulan tidak sedang hari lebaran atau hari raya kami pernah menemukan penjual yang khusus menjual apam seperti apam hari raya ini yaitu disekitar desa pajukungan yang berjarak ± 3 KM dari kota barabai arah Banjarmasin dengan harga Rp. 5.000,-/buah, sedangkan apabila kita menginginkan apam yang kecil dan tipis yang enak, penulis merekomendasikan membelinya di muara bulau ditempat abang ikin dan abang Yazid tapi kita harus datang langsung kerumahnya dan membelinyapun meski pagi-pagi karena kalau agak siangan dikit pasti sudah keburu habis

Minggu, 04 Agustus 2013

LAMPU SALIKUR YANG MULAI TERLUPAKAN


Masyarakat suku banjar adalah suku mayoritas yang mendiami provinsi Kalimantan selatan. 

Suku ini sangat  identik sebagai pemeluk agama Islam. Sehingga apabila telah masuk bulan ramadhan atau bulan puasa pasti akan disambut dengan suka cita. 

Ada saja kegiatan yang tidak kita otemui di bulan-bulan lainnya yang hanya ditemukan di bulan ini, memang bulan ramdhan adalah bulan yang penuh dengan keistimewaan, ketikkan kata ‘keistimewaan bulan ramadhan’ di google,begitu banyak informasi yang dikabarkan tentang keistemewaan bulan ini.

Di daerah asalku di Barabai, tepatnya di Desa Banua Budi Kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan, ada kebiasaan menyalakan Lampu Culuk apabila bulan Ramadhan memasuki hari ke 20 di depan rumahnya,jadi penyalaan lampu culuk ini juga dapat di jadikan sebagai penanda bahwa Bulan ramadhan keesokan harinya memasuki hari ke 21. 

Angka 21 Ramadhan memang mempunyai arti yang istimewa karena pada dahulu merupakan saat di turunkannya Al Qur’an Kepada Nabi Muhammad SAW.

menurut Mama sebenarnya kebiasaan menyalakan lampu culuk ini tidak hanya di Banua Budi,tapi di semua Desa di Hulu Sungai Tengah, lampu culuk ini karena dinyalakan setiap ramadhan sejak harike 20 malam ke 21 lebih dikenal sebagai lampu salikur.

Lampu salikur adalah lampu yang terbuat dari batang paring atau bamboo diberi lobang untuk menempatkan sumbu lampu dan untuk memasukkan minyak tanah sebagai bahan bakarnya.

Namun sekarang ini,seiring dengan sudah sekian lamanya masuknya penerangan PLN, lampu salikur semakin sulit dijumpai, dan bahkan untuk tahun ini saja di Banua Budi Penulis hanya menemukan 4 buah rumah yang memasang lampu salikur.

Pada akhirnya lampu salikur yang pada awalnya merupakan sarana penerangan di jalanan dan juga sebagai penanda memasuki hari 21 bulan Ramadhan pun mulai terlupakan, dan sebelum benar-benar terlupakan izinkan penulis mengucapkan : ‘SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA DAN SELAMAT MENYAMBUT HARI RAYA IDUL FITRI, MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN’         

Senin, 22 Juli 2013

catatan RISKESDAS 2013 Kabupaten Balangan

Riset kesehatan dasar (Riskesdas) merupakan bagian dari riset kesehatan nasional (Riskesnas) yang berbasis komunitas dan berskala nasional serta dilaksanakan setiap 3 tahun, dan tujuan dari dari ini semua pada dasarnya adalah mengumpulkan informasi dari berbagai indicator kesehatan sebagai bahan penilaian pencapaian target MDGs, mengevaluasi keberhasilan perbaikan status kesehatan dan perkembangan upaya pembangunan kesehatan di tingkat nasional, provinsi sampai kabupaten/kota.
Riskesdas tahun 2013 dilaksanakan di 33 provinsi, 497 kabupaten/kota, 12.000 blok sensus, 300 ribu Rumah Tangga dan 1,3 juta Anggota Rumah Tangga, dan baru- baru ini didapat kabar bahwa ada penambahan  lagi 2 Kabupaten di Papua sehingga jumlah kabupaten/kota yang diikutkan dalam riskesdas 2013 sehingga jumlahnya menjadi 499.
pelaksana pengambilan data sensus sampel di lapangan adalah enumerator dengan jalan melakukan kunjungan rumah, para enumerator ini terdiri dari para tenaga kesehatan dengan background kesehatan Masyarakat, Keperawatan, Nutrisionis (Gizi), kesehatan Gigi, Kebidanan, Sanitarian(Kesehatan Lingkungan) dan Analis Kesehatan yang mendapatkan pelatihan di Training Center enumerator Riskesdas 2013 Korwil V area Kalimantan Selatan dari tanggal 22 April s/d 1 Mei 2013 di Martapura.
Untuk kabupaten balangan menurut M. Abdianoor, SKM salah satu enumerator kabupaten Balangan ada 21 blog sensus yang akan dilakukan pendataan,blog sensus tersebut bisa berupa desa atau RT yang telah ditentukan oleh Badan Pusat Statistik yang terdiri dari 25 rumah tangga pilihan per blog sensus, dan semua anggota rumah tangga akan dilakukan pendataan.dalam pendataan ini apabila anggota rumah tangga tidak mampu di lakukan wawancara karena sesuatu hal, misalnya karena terlalu tua, sakit atau berada di Usia 12 tahun akan dilakukan pendampingan oleh kepala Rumah Tangga, atau anggota rumah tangga yang di Tuakan.
Sanovia Marlina, AMKG enumerator Riskesdas 2013 kabupaten Balangan lainnya menjelaskan bahwa Data yang dikumpulkan dalam riskesdas 2013 ini adalah :
1)      Akses dan pelayanan kesehatan
2)      Farmasi dan pelayanan kesehatan tradisional
3)      Ganggua jiwa berat dalam keluarga
4)      Kesehatan lingkungan
5)      Pemukiman dan ekonomi
6)      Penyakit menular dan penyakit tidak menular
7)      Cedera
8)      Kesehatan gigi dan mulut
9)      Disabilitas / ketidak mampuan
10)  Kesehatan jiwa
11)  Pengetahuan sikap dan perilaku
12)  Pembiayaan kesehatan
13)  Kesehatan reproduksi
14)  Kesehatan anak dan imunisasi
15)  Pemeriksaan Mata
16)  Pemeriksaan THT
17)  Pemeriksaan Status Gigi Permanen
18)  Pengambilan sampel Darah ( untuk sampel Nasional )
19)  Pengambilan Sampel Urin  ( untuk sampel Nasional )
20)  Pemeriksaan sampel air  ( untuk sampel Nasional )
21)  Pengecekan garam ber yodium  ( untuk sampel Nasional ).
Dalam kesempatan yang sama Rihlawati, AM.Keb menambahkan bahwa tidak semua Rumah Tangga yang ada dalam suatu blog sensus dilakukan namun hanya 25 rumah tangga pilihan,karena metode peneitian ini menggunakan metode Sampling atau acak, metode sampling ini kalau disederhanakan ibarat kalau kita mau membuat secangkir teh itu harus ada air panas, gula putih dan teh, nah untuk mengetahui apakah teh tersebut nikmat untuk mengetahuinya tidak harus menghabiskan secangkir teh baru tahu rasanya seperti apa, namun cukup dengan sesendok teh kita sudah bisa mengetahui keseluruhan teh yang kita buat tadi.
Dalam pelaksanaannya dilapangan,setelah para enumerator mengumpulkan data dilapangan,para enumerator akan menginput data tersebut ke software RKD 2013 yang kemudian diserahkan kepada penanggung jawab teknis kabupaten yang selanjut nya diserahkan kepada team Riskesdas pusat Via Email.
Menurut Denny Yusminda, AMG salah satu enumerator Kabupaten balangan,pengumpulan data dilapangan sudah berakhir tanggal 30 juni 2013,menurutnya lagi dalam masa pengumpulan data tersebut ia pernah dianggap tidak adil dalam pandangan masyarakat,karena tidak semua masyarakat dalam blok sensus di data, bahkan pernah pula dianggap pemberi bantuan social karena setiap selesai melakuakan pendataan ada pembayaran dari enumerator kepada responden,rinciannya adalah Rp. 50.000,- untuk kesedian kepala keluarga di jadikan responden dan Rp.10.000,- per anggota Rumah Tangga, ‘pembayaran ini memang sudah petunjuk teknisnya demikian, jadi tidak bisa di apa-apakan lagi’ jelasnya.
Dan menurut ulfia Riuni, AMKL ‘ riset kesehatan dasar atau riskesdas ini merupakan Upaya Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan untukmenyediakan data dasar berbasis masyarakat yang akan digunakan sebagai sampel bidang kesehatan, data tersebut kemanfaatannya tentunya untuk pengembangan pelayanan kesehatan’  


Selasa, 23 April 2013

Mesjid Al A’la Desa Jatuh



Mesjid Al A'la
Mesjid Al A’la adalah sebuah Mesjid tua dan dikeramatkan, mesjid ini secara Historis memang selalu dihubungkan dengan panji-panji dan Al Qur’an yang sekarang ini di pelihara dan dirawat oleh salah satu Ulama MudaJakfar Sadiq di desa Jatuh.
Mesjid ini sering dikunjungi oleh kelompok-kelompok masyarakat,selain untuk melihat lihat mesjid Al A’la tetapi juga untuk memenuhi Hajat,biasanya mereka mengadakan selamatan yang di pimpin oleh Kaum mesjid (Penjaga Mesjid) Al A’la Desa Jatuh, dengan membawa sejumlah Kue Khas Banjar seperti Apam putih, Apam Habang, Cucur Putih, Cucur habang atau ketupat.
Dalam selamatan ini,biasanyadisetai jugadengan Batumbang yaitu dengan melemparkan Koin uang yang dibacakan Shalawatan dan koin shalawatan iniakan diperebutkan oleh para anak-anak didesa jatuh, menurut Busu Ugun ( Paman Ugun atau Paman Mugeni) kaum Mesjid Al A’la sekarang ini menjelaskan ‘kalau  mereka membawa bayi atau anak-anak biasanya akan di tampungasi (dibasuh mukanya) dengan Air yang ada di Kolam mesjid atau kran Wudhu Mesjid, dan kemudian bagi Bayi dan Anak lelaki akan di jajakan batisnya (dijejakkan kakinya)ke anak-anak tangga mimbar yang berada pada bagian mihrab. Ritual ini juga menjadi sebuah kewajiban dilaksanakan oleh para juriat desa Jatuh perantauan disaat pulang kampong denganharapan kelak menjadi seorang anak yang tidak jauh sikap dan kepribadiannya dari tata kehidupan dalam lingkungan mesjid.
Mihrab Mesjid
Mesjid Al A’la desa jatuh memang tidak bisa dipisahkan dengan panji-panji dan Al Qur’an tua yang sudah ada diceritakan dalam tulisan sebelumnya.
Dari buku berjudul Panji-Panji Da’wah Islamiyah Karangan Drs. Syamsiar Seman Terbitan Pengurus Mesjid Al A’la Jatuh Barabai yang diterbitkan tahun 1979 diceritakan bahwa selain sebagai tempat melaksanakan Ibadah, Mesjid ini dahulunya juga di gunakan sebagai markas pasukan baratib guna mengatur siasat pertempuran, pemimpin pasukan baratib adalah Penghulu Muda Yuda Lalana, pasukan baratib adalah pasukan rakyatyang  dalam setiap Pertempuran  senantiasa berzikir menyebut nama Allah SWT.
Panji-panji peninggalan Kuno yang bertuliskan zikir tersebut turut member semangat perlawanan rakyat terhadap colonial Belanda, karena panji-panji inilah yang di pakai sebagai bendera pasukan baratib.
Menurut Hj. Habibah  seorang pensiunan Kepala sekolah kelahiran Jatuh 69 tahun yang lalu, tanah tempat berdirinya mesjid Al A’la adalah tanah wakaf dari datu-datu dari Penghulu Muda YudaLalana, setelah beliau wafat pembinaan Mesjid dilanjutkan oleh putra-putra beliau yaitu Haji Abdurrahman dan Abu Hamid.
Kemudian sekitar abad ke 18 mesjid ini mendapat perluasan dengan ukuran 13x13 m yang di pimpin oleh Haji Muhammad Yusuf bin Haji Abdurrahman.
Selanjutnya pembianaan ini dilanjutkan lagi baik dari ukuran dan juga konstruksinya oleh prakarasa putra-putra Haji Muhammad Yusuf yaitu Haji Dahlan, Haji Hasan, Haji Sibeli, Haji Muhammad Arsyad, Haji Muhammad As’ad dan Haji Muhammad Rafie.
Sekarang ini Mesjid Al A’la yang berasal dari bagasa Arab yang berarti ‘Tinggi’ memang tidak hanya terlihat lebih tinggi, namun secara kenyataan memang lebih tinggi permukaannya di bandingkan denagan rumah-rumah  penduduk disekitarnya, sehingga untuk mencapai pelataran Mesjid haruslah melewati tangga berundak lima. berada persis di didepannya adalah jembatan yang membelag Aliran sungai Batang Banyu Jatuh menuju ke sungai Kambat,sedangkan aliran sungai yang dalam cerita terdagulu ada percabangannya ke sungai ringsang pematang sudag tidak ada lagi, seingatku pada waktu kecilku dagulu sungai ringsang ini dipenugi dengan pogon rumbia segingga karena ini lag mungkin salag satu sebab sungai ini sudag tidak ada lagi, dan disamping kiri jembatan yang dagulu menjadi kediaman sebagian Keturunan dari Penggulu Muda Yuda Lalana, bangunan Perpustakaan dan kediaman Kaum Mesjid sudag diratakan dengan tanag dan di jadikan areal parker bagi para jemaag yang ingin melaksanakan ibadag dan juga parkiran para penjiarag ke Mesjid ini.     
tangga menuju langit-langit mesjid
Meskipun telah mengalami renovasi beberapa kali namun pada beberapabagian masih tetap dipertahankan sehingga nuansa mesjid sebagai mesjid kuno masih kental terasa. hal ini Nampak terlihat pada konstruksi atap berbentuk tumpang yang mengecil keatas dan pada puncaknya terdapat semacam Mustika ,dan pada bagian dalambangunan masih terdapat tangga tinggi menuju kelangit-langit bangunan yang pada dahulu sebelum dikenal pengeras suara merupakan tempat Muadzin menyampaikan azan sebagai pertanda akan dimulainya ibadah Shalat .

Selasa, 26 Maret 2013

Panji-Panji dan Kitab Al Qur’an Kampung Jatuh



Cerita pengantar tidur Mama tentang Panji-panji dan Al Qur’an di Kampung atau Desa Jatuh masa kecil dahulu selalu menjadi pengantar lelap malamku,kadang kecupan hangat mama dikening akan membangunkanku dan sekejap pula mama melanjutkan ceritanya, dan Abah akan membetulkan selimutku, atau abah kadangkala dengan sengaja membangunkanku, maka cerita-cerita mama pun akan semakin panjang lagi, sekarang cerita pengantar tidur itu begitu membekas dalam memoriku.
Cerita yang terasa sangat membekas dalam memoriku, karena di setiap akhir cerita ini, mama akan selalu berpesan kepadaku, ‘kau anakku, adalah orang jatuh….semua orang jatuh itu adalah saudara mu, maka apabila kelak kau menjadi dewasa dan entah dimana kau akan bertemu dengan orang yang menyatakan bahwa ia adalah juriat jatuh,maka mereka adalah saudaramu,mereka adalah keluargamu’
Cerita tentang jatuh itu adalah cerita tentang sejarah desa jatuh yang sekarang ini berada ± 6 KM dari pusat kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah, di Kecamatan Pandawan, Kalimantan Selatan. Cerita ini telah lama beredar di masyarakat, namun seiring dengan berjalannya waktu, banyak orang yang mulai melupakannya, dan bahkan mungkin masyarakat yang tinggal di Desa jatuh sendiri ada yang tidak mengetahuinya,mereka hanya mengetahui jatuh dengan Mesjid Al A’la, panji-panji dan Kitab Suci Al Qur’an yang telah berumur ratusan tahun itu.
Cerita ini aku persembahkan untuk Mama yang tanpa lelah bercerita dan menjadikan aku bagian dari cerita kehidupan di dunia ini,untuk semua warga Desa jatuh dan juriat Desa jatuh karena cerita ini adalah cerita tentang kita sehingga selayaknyalah kita mengetahuinya, bagi pembaca disinilah tempatnya kita berbagi dan terakhir untuk anakku, Ahmad Ikhwan Aufa, di darah mu mengalir juriat orang jatuh, menjadilah engkau seperti apa yang seharusnya.
Asal Usul nama Desa Jatuh
Nama desa Jatuh berasal dari kejadian Kejatuhan, dimana diceritakan bahwa ditempat ini lah dahulu panji-panji yang dikeramatkan itu dijatuhkan. Panji-panji tersebut adalah bendera berbentuk segitiga yang lancip dan runcing ke ujung berukuran panjang 175 cm, tinggi 90 cm, membentuk sudut 90° dan ukuran sisi miring 195 cm, panji tersebut ada 2 lembar,diperkirakan kain dasarnya berwarna kuning dengan tulisan kaligrafi hitam, keutuhan kain tersebut sudah mulai lapuk karena diperkirakan usianya sudah mencapai 350 tahun. dari kejatuhan yang dari kata dasar Jatuh ini kemudian menjadikan desa yang dahulunya bernama Banua Budi kemudian berubah nama menjadi Desa Jatuh sampai dengan sekarang ini, sedang nama Banua Budi sekarang ini digunakan untuk nama desa pecahan dari Desa Banua Binjai kecamatan Barabai. panji-panji tersebut sekarang ini di jaga pemeliharaannya oleh seorang ulama muda yaitu Jakfar Sadiq di Desa jatuh yang merupakan turunan dari Pembina utama mesjid Al A’la Desa jatuh, seorang Ulama dan juga pemimpin pasukan Baratib dalam masa perjuangan fisik kemerdekaan masa Kolonial Belanda, Penghulu Muda Lalana yang akan diceritakan lebih lanjut dalam tulisan lainnya

Cerita-cerita tentang datangnya panji-Panji di Desa Jatuh
Ada 3 cerita yang diyakini sebagai asal muasal panji tersebut ada didesa jatuh yaitu:
1.                  Cerita I :   
Diceritakan bahwa 2 lembar panji itu dibawa oleh seorang Haji bernama Haji Said yang pada saat menunaikan ibadah Haji di tanah suci Mekah diamanatkan untuk menyampaikan Panji dan kitab suci Al Qur’an sebagai hadiah dari warga raja Arab Saudi dalam rangka menyebar luaskan Da’wah Islamiyah.
Diamanatkan pula kepada Haji Said bahwa panji dan Kitab Suci Al Qur’an tersebut harus diantarkan dan diletakkan pada suatu tempat dengan ciri-ciri:

1)      Halaman mesjid yang permukaan tanahnya tiggi, atau pada permukaan tanah tinggi yang ada  tanda-tanda akan dibangun mesjid
2)      Bangunan mesjid itu berada pada persimpangan sungai yang bercabang tiga dengan arusnya mengalir ke kiri dan kekanan
3)      Disamping mesjid itu ada sebuah sumur
Setelah melaksanakan ibadah haji, maka Haji Said pun pulang ke tanah Banjar dengan menumpang kapal laut yang memakan waktu berbulan-bulan, namun malang pada saat kapal laut mendekati tanah jawi, tiba-tiba datang badai yang menenggelamkan kapal tersebut. Semua penumpang yang terdiri dari para jamaah Haji tenggelam dan hanya beberapa saja yang selamat dan terdampar di pantai, diantara yang selamat tersebut termasuk Haji Said.
Karena ia membawa amanat penting tentang panji-Panji dan Al Qur’an untuk di bawa,maka benda ini lah yang semampunya ia selamatkan
Kedua panji dan Al Qur’an ini kemudian di bawanya mengikuti jalan-jalan pantai yang tidak berpenghuni itu.
Setelah berjalan kaki dengan cukup jauh didaerah pantai tersebut,maka ditemukannya lah sebatang pohon yang sangat besar dan tinggi namun tidak mempunyai daun. Haji Said berpikir mungkin dengan memanjat pohon yang tinggi ini ia dapat melihat kesegala arah dan syukur-syukur dapat menemukan perkampungan. Dengan dasar pemikiran ini maka dipanjatnya lah pohon yang besar dan tinggi tersebut sampai ke puncaknya.
Namun harapannya sia-sia saja, karena apa yang dilihatnya sejauh mata memandang hanyalah hutan belantara, harapannya untuk menemukan perkampungan penduduk pun pupuslah sudah.
Tanpa terasa haripun menjelang senja dan ia masih berada dipuncak pohon besar tersebut,tanpa diketahuinya ternyata pohon besar tersebut adalah sarang burung garuda raksasa, tak berapa lama kemudian disaat malam menjelang datanglah burung garuda tersebut.
Sambil diliputi rasa takut, maka bersembunyilah Haji Said diantara ranting pepohonan tersebut, sambil diliputi perasaan cemas karena menurut perkiraannya burung garuda itu pastilah termasuk burung yang buas, namun terpikir pula olehnya barangkali dengan menaiki burung garuda ini ia dapat lebih mudah menemukan perkampungan.
Ditengah malam ketika burung garuda nyenyak tertidur, dengan keberanian yang tersisa ditambah dengan niat untuk menunaikan sebuah amanah maka diikatkannya lah badannya kesalah satu kaki burung garuda dengan menggunakan serbannya.
Keesokan harinya burung garuda itupun terbang meninggalkan pohon besar sarangnya, Haji Said yang telah nekat berada dikaki burung garuda tersebut ikut terbawa terbang tinggi diangkasa sambil memegang panji dan Al Qur’an.
Setelah sekian lama terbang diudara akhirnya burung garuda itu terbang merendah dan dari atas tampak beratus ekor hadangan atau kerbau yang sedang asyik makan rumput di lapangan hijau di tepi sungai.
 Rupanya burung garuda itu sedang mencari makan dan sedang mengintai salah seekor kerbau yang akan akan di jadikannya mangsa.
Haji Said berpikir bahwa inilah saatnya ia turun dari kaki burung garuda, keyakinannya meyakini pastilah disekitar situ terdapat perkampungan, sebab kerbau-kerbau itu pastilah ada yang memeliharanya.
Pada saat urung garuda turun ketanah dan menyambar kerbau buruannya, maka Haji Said secepatnya melepaskan dari ikatan badannya pada kakiburung garuda.
Setelah berada di tanah, dia pun berjalan membawa panji dan Al Qur’an sampai pada akhirnya ia menemukan suatu tempat yang sesuai dengan apa yang di syaratkan sebagai tempat meletakkan benda amanat tersebut. Yaitu adabangunan mesjid sederhana dan berada pada persimpangan sungai juga didepannya terdapat tanah yang agak tinggi.
Kemudian diletakkanyalah panji-panji dan Al Qur’an tersebut pada tanah tinggi di depan mesjid tersebut, dalam kesempatan tersebut ia tertarik pula memperhatikan sungai di depan mesjid,karena menurutnya aliran sungai tersebut sangat aneh yaitu sungai yang bercabang dua tersebut, aliran cabang yang satu airnya jernih sedang aliran cabang yang kedua berwarna keruh.
Karena tertarik dengan keanehan aliran sungai ini,dicelupkannya lah telunjuknya kepermukaan air yang berwarna keruh, dan semakin terkejut pula setelah diangkat telunjuk tangannya dari permukaan air,berubahlah telunjuk tagannya menjadi batu.
Dengan perasaan sedih, terkejut, heran bercampur aduk tak menentu, disadarinya lah di dalam hati bahwa ini adalah kuasa dan kehendak Sang Maha Pencipta, masih untung telunjukku sajayang berubah menjadi batu dari pada seluruh tubuhku yang menjadi batu.tentulah kejadian ini ada hikmaknya demikian pikir Haji Said.
Dengan kejadian ituia kemudian member gelar dirinya Haji Batu,dan telunjuknya yang sudah menjadi batu tersebut ternyata benar-benar ada hikmahnya, dengan telunjuk batu itu ia kemudian menjadi tabib yang dapat menyembuhkan penyakit.
2.                  Cerita II :    
cerita yang ke II ini menceitakan bahwa, panji-panji tersebut ‘jatug’ dari langit. Kejadian ini terjadi pada malam ke 21 bulan Ramadhan atau malam salikur dalam bahasa banjar, dan jatuh nya panji-panji itupun tepat pada bagian tanah tinggi di halaman mesjid yang berada pada simpang tiga sungai.
Dengan jatuhnya panji-panji ditempat itulah yang menyebabkan kampung tersebut di namakan Desa Jatuh.
3.                  Cerita III :
Dalam cerita ini diceritakan pula bahwa panji-panji dan Al Qur’an ini dibawa oleh seorang penyebar agama Islam bernama Said Muhammad Yusuf dari Martapura yang juga merupakan penasehat agama kerajaan Banjar.
Beliau kemudian meletakkan Panji-panji dan Al Qur’an tersebut pada mesjid yang pada saat itu bernama kampung Banua Budi yang kemudian menjadi Desa Jatuh.

Sumber Penulisan :
1.      Hasil wawancara,biodata informan : Hj. Habibah, Kelahiran Jatuh 1943, Pekerjaan Pensiunan PNS, Alamat Desa Banua Budi RT.04
2.      Buku panji da’wah islamiyah, Drs. Syamsiar Seman, Yayasan Mesjid Al A’la desa jatuh barabai, 1979
Sumber fhoto :
1.        Pribadi