Selasa, 26 Maret 2013

Panji-Panji dan Kitab Al Qur’an Kampung Jatuh



Cerita pengantar tidur Mama tentang Panji-panji dan Al Qur’an di Kampung atau Desa Jatuh masa kecil dahulu selalu menjadi pengantar lelap malamku,kadang kecupan hangat mama dikening akan membangunkanku dan sekejap pula mama melanjutkan ceritanya, dan Abah akan membetulkan selimutku, atau abah kadangkala dengan sengaja membangunkanku, maka cerita-cerita mama pun akan semakin panjang lagi, sekarang cerita pengantar tidur itu begitu membekas dalam memoriku.
Cerita yang terasa sangat membekas dalam memoriku, karena di setiap akhir cerita ini, mama akan selalu berpesan kepadaku, ‘kau anakku, adalah orang jatuh….semua orang jatuh itu adalah saudara mu, maka apabila kelak kau menjadi dewasa dan entah dimana kau akan bertemu dengan orang yang menyatakan bahwa ia adalah juriat jatuh,maka mereka adalah saudaramu,mereka adalah keluargamu’
Cerita tentang jatuh itu adalah cerita tentang sejarah desa jatuh yang sekarang ini berada ± 6 KM dari pusat kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah, di Kecamatan Pandawan, Kalimantan Selatan. Cerita ini telah lama beredar di masyarakat, namun seiring dengan berjalannya waktu, banyak orang yang mulai melupakannya, dan bahkan mungkin masyarakat yang tinggal di Desa jatuh sendiri ada yang tidak mengetahuinya,mereka hanya mengetahui jatuh dengan Mesjid Al A’la, panji-panji dan Kitab Suci Al Qur’an yang telah berumur ratusan tahun itu.
Cerita ini aku persembahkan untuk Mama yang tanpa lelah bercerita dan menjadikan aku bagian dari cerita kehidupan di dunia ini,untuk semua warga Desa jatuh dan juriat Desa jatuh karena cerita ini adalah cerita tentang kita sehingga selayaknyalah kita mengetahuinya, bagi pembaca disinilah tempatnya kita berbagi dan terakhir untuk anakku, Ahmad Ikhwan Aufa, di darah mu mengalir juriat orang jatuh, menjadilah engkau seperti apa yang seharusnya.
Asal Usul nama Desa Jatuh
Nama desa Jatuh berasal dari kejadian Kejatuhan, dimana diceritakan bahwa ditempat ini lah dahulu panji-panji yang dikeramatkan itu dijatuhkan. Panji-panji tersebut adalah bendera berbentuk segitiga yang lancip dan runcing ke ujung berukuran panjang 175 cm, tinggi 90 cm, membentuk sudut 90° dan ukuran sisi miring 195 cm, panji tersebut ada 2 lembar,diperkirakan kain dasarnya berwarna kuning dengan tulisan kaligrafi hitam, keutuhan kain tersebut sudah mulai lapuk karena diperkirakan usianya sudah mencapai 350 tahun. dari kejatuhan yang dari kata dasar Jatuh ini kemudian menjadikan desa yang dahulunya bernama Banua Budi kemudian berubah nama menjadi Desa Jatuh sampai dengan sekarang ini, sedang nama Banua Budi sekarang ini digunakan untuk nama desa pecahan dari Desa Banua Binjai kecamatan Barabai. panji-panji tersebut sekarang ini di jaga pemeliharaannya oleh seorang ulama muda yaitu Jakfar Sadiq di Desa jatuh yang merupakan turunan dari Pembina utama mesjid Al A’la Desa jatuh, seorang Ulama dan juga pemimpin pasukan Baratib dalam masa perjuangan fisik kemerdekaan masa Kolonial Belanda, Penghulu Muda Lalana yang akan diceritakan lebih lanjut dalam tulisan lainnya

Cerita-cerita tentang datangnya panji-Panji di Desa Jatuh
Ada 3 cerita yang diyakini sebagai asal muasal panji tersebut ada didesa jatuh yaitu:
1.                  Cerita I :   
Diceritakan bahwa 2 lembar panji itu dibawa oleh seorang Haji bernama Haji Said yang pada saat menunaikan ibadah Haji di tanah suci Mekah diamanatkan untuk menyampaikan Panji dan kitab suci Al Qur’an sebagai hadiah dari warga raja Arab Saudi dalam rangka menyebar luaskan Da’wah Islamiyah.
Diamanatkan pula kepada Haji Said bahwa panji dan Kitab Suci Al Qur’an tersebut harus diantarkan dan diletakkan pada suatu tempat dengan ciri-ciri:

1)      Halaman mesjid yang permukaan tanahnya tiggi, atau pada permukaan tanah tinggi yang ada  tanda-tanda akan dibangun mesjid
2)      Bangunan mesjid itu berada pada persimpangan sungai yang bercabang tiga dengan arusnya mengalir ke kiri dan kekanan
3)      Disamping mesjid itu ada sebuah sumur
Setelah melaksanakan ibadah haji, maka Haji Said pun pulang ke tanah Banjar dengan menumpang kapal laut yang memakan waktu berbulan-bulan, namun malang pada saat kapal laut mendekati tanah jawi, tiba-tiba datang badai yang menenggelamkan kapal tersebut. Semua penumpang yang terdiri dari para jamaah Haji tenggelam dan hanya beberapa saja yang selamat dan terdampar di pantai, diantara yang selamat tersebut termasuk Haji Said.
Karena ia membawa amanat penting tentang panji-Panji dan Al Qur’an untuk di bawa,maka benda ini lah yang semampunya ia selamatkan
Kedua panji dan Al Qur’an ini kemudian di bawanya mengikuti jalan-jalan pantai yang tidak berpenghuni itu.
Setelah berjalan kaki dengan cukup jauh didaerah pantai tersebut,maka ditemukannya lah sebatang pohon yang sangat besar dan tinggi namun tidak mempunyai daun. Haji Said berpikir mungkin dengan memanjat pohon yang tinggi ini ia dapat melihat kesegala arah dan syukur-syukur dapat menemukan perkampungan. Dengan dasar pemikiran ini maka dipanjatnya lah pohon yang besar dan tinggi tersebut sampai ke puncaknya.
Namun harapannya sia-sia saja, karena apa yang dilihatnya sejauh mata memandang hanyalah hutan belantara, harapannya untuk menemukan perkampungan penduduk pun pupuslah sudah.
Tanpa terasa haripun menjelang senja dan ia masih berada dipuncak pohon besar tersebut,tanpa diketahuinya ternyata pohon besar tersebut adalah sarang burung garuda raksasa, tak berapa lama kemudian disaat malam menjelang datanglah burung garuda tersebut.
Sambil diliputi rasa takut, maka bersembunyilah Haji Said diantara ranting pepohonan tersebut, sambil diliputi perasaan cemas karena menurut perkiraannya burung garuda itu pastilah termasuk burung yang buas, namun terpikir pula olehnya barangkali dengan menaiki burung garuda ini ia dapat lebih mudah menemukan perkampungan.
Ditengah malam ketika burung garuda nyenyak tertidur, dengan keberanian yang tersisa ditambah dengan niat untuk menunaikan sebuah amanah maka diikatkannya lah badannya kesalah satu kaki burung garuda dengan menggunakan serbannya.
Keesokan harinya burung garuda itupun terbang meninggalkan pohon besar sarangnya, Haji Said yang telah nekat berada dikaki burung garuda tersebut ikut terbawa terbang tinggi diangkasa sambil memegang panji dan Al Qur’an.
Setelah sekian lama terbang diudara akhirnya burung garuda itu terbang merendah dan dari atas tampak beratus ekor hadangan atau kerbau yang sedang asyik makan rumput di lapangan hijau di tepi sungai.
 Rupanya burung garuda itu sedang mencari makan dan sedang mengintai salah seekor kerbau yang akan akan di jadikannya mangsa.
Haji Said berpikir bahwa inilah saatnya ia turun dari kaki burung garuda, keyakinannya meyakini pastilah disekitar situ terdapat perkampungan, sebab kerbau-kerbau itu pastilah ada yang memeliharanya.
Pada saat urung garuda turun ketanah dan menyambar kerbau buruannya, maka Haji Said secepatnya melepaskan dari ikatan badannya pada kakiburung garuda.
Setelah berada di tanah, dia pun berjalan membawa panji dan Al Qur’an sampai pada akhirnya ia menemukan suatu tempat yang sesuai dengan apa yang di syaratkan sebagai tempat meletakkan benda amanat tersebut. Yaitu adabangunan mesjid sederhana dan berada pada persimpangan sungai juga didepannya terdapat tanah yang agak tinggi.
Kemudian diletakkanyalah panji-panji dan Al Qur’an tersebut pada tanah tinggi di depan mesjid tersebut, dalam kesempatan tersebut ia tertarik pula memperhatikan sungai di depan mesjid,karena menurutnya aliran sungai tersebut sangat aneh yaitu sungai yang bercabang dua tersebut, aliran cabang yang satu airnya jernih sedang aliran cabang yang kedua berwarna keruh.
Karena tertarik dengan keanehan aliran sungai ini,dicelupkannya lah telunjuknya kepermukaan air yang berwarna keruh, dan semakin terkejut pula setelah diangkat telunjuk tangannya dari permukaan air,berubahlah telunjuk tagannya menjadi batu.
Dengan perasaan sedih, terkejut, heran bercampur aduk tak menentu, disadarinya lah di dalam hati bahwa ini adalah kuasa dan kehendak Sang Maha Pencipta, masih untung telunjukku sajayang berubah menjadi batu dari pada seluruh tubuhku yang menjadi batu.tentulah kejadian ini ada hikmaknya demikian pikir Haji Said.
Dengan kejadian ituia kemudian member gelar dirinya Haji Batu,dan telunjuknya yang sudah menjadi batu tersebut ternyata benar-benar ada hikmahnya, dengan telunjuk batu itu ia kemudian menjadi tabib yang dapat menyembuhkan penyakit.
2.                  Cerita II :    
cerita yang ke II ini menceitakan bahwa, panji-panji tersebut ‘jatug’ dari langit. Kejadian ini terjadi pada malam ke 21 bulan Ramadhan atau malam salikur dalam bahasa banjar, dan jatuh nya panji-panji itupun tepat pada bagian tanah tinggi di halaman mesjid yang berada pada simpang tiga sungai.
Dengan jatuhnya panji-panji ditempat itulah yang menyebabkan kampung tersebut di namakan Desa Jatuh.
3.                  Cerita III :
Dalam cerita ini diceritakan pula bahwa panji-panji dan Al Qur’an ini dibawa oleh seorang penyebar agama Islam bernama Said Muhammad Yusuf dari Martapura yang juga merupakan penasehat agama kerajaan Banjar.
Beliau kemudian meletakkan Panji-panji dan Al Qur’an tersebut pada mesjid yang pada saat itu bernama kampung Banua Budi yang kemudian menjadi Desa Jatuh.

Sumber Penulisan :
1.      Hasil wawancara,biodata informan : Hj. Habibah, Kelahiran Jatuh 1943, Pekerjaan Pensiunan PNS, Alamat Desa Banua Budi RT.04
2.      Buku panji da’wah islamiyah, Drs. Syamsiar Seman, Yayasan Mesjid Al A’la desa jatuh barabai, 1979
Sumber fhoto :
1.        Pribadi