Selasa, 23 April 2013

Mesjid Al A’la Desa Jatuh



Mesjid Al A'la
Mesjid Al A’la adalah sebuah Mesjid tua dan dikeramatkan, mesjid ini secara Historis memang selalu dihubungkan dengan panji-panji dan Al Qur’an yang sekarang ini di pelihara dan dirawat oleh salah satu Ulama MudaJakfar Sadiq di desa Jatuh.
Mesjid ini sering dikunjungi oleh kelompok-kelompok masyarakat,selain untuk melihat lihat mesjid Al A’la tetapi juga untuk memenuhi Hajat,biasanya mereka mengadakan selamatan yang di pimpin oleh Kaum mesjid (Penjaga Mesjid) Al A’la Desa Jatuh, dengan membawa sejumlah Kue Khas Banjar seperti Apam putih, Apam Habang, Cucur Putih, Cucur habang atau ketupat.
Dalam selamatan ini,biasanyadisetai jugadengan Batumbang yaitu dengan melemparkan Koin uang yang dibacakan Shalawatan dan koin shalawatan iniakan diperebutkan oleh para anak-anak didesa jatuh, menurut Busu Ugun ( Paman Ugun atau Paman Mugeni) kaum Mesjid Al A’la sekarang ini menjelaskan ‘kalau  mereka membawa bayi atau anak-anak biasanya akan di tampungasi (dibasuh mukanya) dengan Air yang ada di Kolam mesjid atau kran Wudhu Mesjid, dan kemudian bagi Bayi dan Anak lelaki akan di jajakan batisnya (dijejakkan kakinya)ke anak-anak tangga mimbar yang berada pada bagian mihrab. Ritual ini juga menjadi sebuah kewajiban dilaksanakan oleh para juriat desa Jatuh perantauan disaat pulang kampong denganharapan kelak menjadi seorang anak yang tidak jauh sikap dan kepribadiannya dari tata kehidupan dalam lingkungan mesjid.
Mihrab Mesjid
Mesjid Al A’la desa jatuh memang tidak bisa dipisahkan dengan panji-panji dan Al Qur’an tua yang sudah ada diceritakan dalam tulisan sebelumnya.
Dari buku berjudul Panji-Panji Da’wah Islamiyah Karangan Drs. Syamsiar Seman Terbitan Pengurus Mesjid Al A’la Jatuh Barabai yang diterbitkan tahun 1979 diceritakan bahwa selain sebagai tempat melaksanakan Ibadah, Mesjid ini dahulunya juga di gunakan sebagai markas pasukan baratib guna mengatur siasat pertempuran, pemimpin pasukan baratib adalah Penghulu Muda Yuda Lalana, pasukan baratib adalah pasukan rakyatyang  dalam setiap Pertempuran  senantiasa berzikir menyebut nama Allah SWT.
Panji-panji peninggalan Kuno yang bertuliskan zikir tersebut turut member semangat perlawanan rakyat terhadap colonial Belanda, karena panji-panji inilah yang di pakai sebagai bendera pasukan baratib.
Menurut Hj. Habibah  seorang pensiunan Kepala sekolah kelahiran Jatuh 69 tahun yang lalu, tanah tempat berdirinya mesjid Al A’la adalah tanah wakaf dari datu-datu dari Penghulu Muda YudaLalana, setelah beliau wafat pembinaan Mesjid dilanjutkan oleh putra-putra beliau yaitu Haji Abdurrahman dan Abu Hamid.
Kemudian sekitar abad ke 18 mesjid ini mendapat perluasan dengan ukuran 13x13 m yang di pimpin oleh Haji Muhammad Yusuf bin Haji Abdurrahman.
Selanjutnya pembianaan ini dilanjutkan lagi baik dari ukuran dan juga konstruksinya oleh prakarasa putra-putra Haji Muhammad Yusuf yaitu Haji Dahlan, Haji Hasan, Haji Sibeli, Haji Muhammad Arsyad, Haji Muhammad As’ad dan Haji Muhammad Rafie.
Sekarang ini Mesjid Al A’la yang berasal dari bagasa Arab yang berarti ‘Tinggi’ memang tidak hanya terlihat lebih tinggi, namun secara kenyataan memang lebih tinggi permukaannya di bandingkan denagan rumah-rumah  penduduk disekitarnya, sehingga untuk mencapai pelataran Mesjid haruslah melewati tangga berundak lima. berada persis di didepannya adalah jembatan yang membelag Aliran sungai Batang Banyu Jatuh menuju ke sungai Kambat,sedangkan aliran sungai yang dalam cerita terdagulu ada percabangannya ke sungai ringsang pematang sudag tidak ada lagi, seingatku pada waktu kecilku dagulu sungai ringsang ini dipenugi dengan pogon rumbia segingga karena ini lag mungkin salag satu sebab sungai ini sudag tidak ada lagi, dan disamping kiri jembatan yang dagulu menjadi kediaman sebagian Keturunan dari Penggulu Muda Yuda Lalana, bangunan Perpustakaan dan kediaman Kaum Mesjid sudag diratakan dengan tanag dan di jadikan areal parker bagi para jemaag yang ingin melaksanakan ibadag dan juga parkiran para penjiarag ke Mesjid ini.     
tangga menuju langit-langit mesjid
Meskipun telah mengalami renovasi beberapa kali namun pada beberapabagian masih tetap dipertahankan sehingga nuansa mesjid sebagai mesjid kuno masih kental terasa. hal ini Nampak terlihat pada konstruksi atap berbentuk tumpang yang mengecil keatas dan pada puncaknya terdapat semacam Mustika ,dan pada bagian dalambangunan masih terdapat tangga tinggi menuju kelangit-langit bangunan yang pada dahulu sebelum dikenal pengeras suara merupakan tempat Muadzin menyampaikan azan sebagai pertanda akan dimulainya ibadah Shalat .