Alat musik panting adalah
alat musik
asli banjar,Kalimantan
Selatan. namun sekarang ini banyak generasi muda banjar yang hanya pernah
mendengar namanya namun belum pernah melihat dan bahkan sampai memegangnya,
sedang untuk memainkannya…..apalagi. namun aku sendiri sebagai putra banjar pun
kuakui, sebenarnya setali tiga uang dengan pernyataan tersebut diatas. Sebagai
alat musik tradisional maka panting bagi generasi muda sebagaian akan dianggap
sebagai alat music yang kono, kemudian dari segi karakter suara kadang panting
dianggap hanya pantas untuk mengiringi lagu melayu dan lagu banjar sehingga
lebih menarik gitar yang bisa memainkan semua jenis music, kemudian lagi dari
segi harga, gitar harganya lebih murah dari pada panting dan lebih mudah
mendapatkan gitar di Toko alat music.
Saat
browsing youtube secara tak sengaja aku menyaksikan alat music tradisional
dayak, sampek, dimainkan dengan format band
dan kedengaran tak jadi masalah dimainkankan dikolaborasikan dengan alat
music modern, malah sampek menjadi sangat dominan di bandingkan dengan alat
music lainnya, karena memang sampek yang dimainkan ini menjadi lead music, utuk
dapat melihat sampek yang ku masksudkan ini masukkan saja dalam format
pencarian youtube “jerry kamit’. dengan berlatar belakang ini semua timbullah
hasratku untuk mengetahui secara lebih dan bahkan hasrat untuk mempelajarinya,
namun pada saat kutanyakan tentang harga sebuah panting dengan cara memesannya
ternyata harganya lumayan mahal, sekarang ini aku hanya mampu bermimpi bahwa
suatu saat aku akan mempunyai alat music ini.
Sebelum
aku mempunyai panting ini, aku dapat sedikit gambaran tentang alat music ini
dari bapak Ahmad Fauzi atau di kabupaten Balangan di desa sungsum kecamatan
Tebing Tinggi kabupaten balangan yang merupakan salah satu seniman banjar di
Kabupaten Balangan . menurut beliau alat Musik ini dinamakan Panting karena
untuk membunyikannya dengan cara disentil senarnyanya agar bunyinya melenting
atau panting dalam bahasa banjar, alat music ini digunakan untuk mengiringi
nyanyian atau tarian yang bersipat hiburan dalam kebudayaan banjar. Orang yang
memainkan panting di namakan pamantingan.
Beliau
juga bercerita bahwa sejarahnya tidak diketahui kapan panting ini mulai di
mainkan atau pun di buat oleh siapa, namun alat music ini pada awalnya berasal
dari daerah tapin dan kemudian menyebar keseluruh wilayah propinsi Kalimantan
selatan dan secara langsung ataupun tidak langsung menjadi alat music khas
banjar, beliau juga bercerita music panting sudah dikenal dikenal di Kalimantan
selatan sebelum jaman penjajahan Belanda, diperkirakan pula mulai berkembang
sekitar tahun 1802 bersamaan dengan berkembangnya sendra tari Japin.
Panting Panting merupakan alat
musik yang dipetik yang berbentuk seperti gambus Arab tetapi ukurannya lebih
kecil, terbuat dari kayu bulat dan bagian depannya atau badan ditutup dengan
kulit hewan seperti kulit kijang, rusa, kambing, biawak, puraca (Ular sawah)
dan kulit binatang malata lainnya.
Bahan baku
untuk membuat panting diantaranya adalah :
1.
Kayu, yaitu kayu bulat atau gelondongan, kayu yang
paling baik menurut urutannya adalah kayu rawali, kayu sapat, pulantan, jingah,
halaban, nangka, kemuning, kenanga dan kalangkala. Kayu kalangkala jarang atau
bahkan tidak boleh di gunakan karena dapat menjadikan orang yang memainkannya
pamabukan, maksudnya ingin memainkan panting kada bamamandakan (memainkan tidak
henti-hentinya)
2.
Kulit, kulit digunakan untuk menutupi badan panting
bagian depan, kulit yang baik akan mempengaruhi juga terhadap bunyi yang
dihasilkan oleh panting, kulit yang baik urutannya adalah kulit Puraca/ular
sawah karena kulitnya tipis tetapi kuat, selanjutnya kulit biawak dan kambing,
sedang kulit sapi atau kulit kerbau tidak digunakan karena terlalu tebal, sekarang
ini terkadang panting tidak ditutupi dengan kulit lagi tapi dengan kayu
triplek, sedang untuk meningkatkan suaranya dengan bantuan perangkat elektronik
seperti Pick Up yang biasanya di pasang pada elekrik gitar.
3.
Senar, atau tali panting dalam perkembangan music
panting senar yang digunakan dimulai dengan tali haduk (unus enau), Sutera
Kanas yaitu dari daun nenas yang di gerus kemudian diambil seratnya kemudian
dipintal menjadi benang, Bikat ( sejenis serat dari kulit kayu), banang masin (
benang jahit yang kuat, sejenis tali belati tapi ukurannya lebih kecil), Benang
Sinali (benang berwarna merah karena dicelup getah kayu yang berwarna merah),
dan yang terakhir dan digunakan terus sampai sekarang ini adalah tali nilon,
menurut bapak amat lagi nilon merupakan bahan terbaik sedangkan kawat tidak
digunakan karena bunyi yang dihasilkannya tidak cocok untuk panting karena
bunyinya menjadi lebih melenting dan bunyinya tidak panting lagi namanya. Kemudian
jumlah senar panting pada awalnya hanya tiga yaitu tali I disebut pangalik
fungsinya adalah penyisip nyanyi atau melodi, tali II di sebut panggundah/
Pangguda berfungsi sebagai penyusun nyanyi/paningkah dan terakhir Tali III
disebut agur berfungsi sebagai bass atau dalam istilah banjarnya agung atau gong.
Sekarang ini panting kadang tidak dengan 3 senar lagi bahkan ada yang sampai
dengan 8 senar yang tujuannya agar panting lebih dapat mengeksplorasi nada
lebih jauh lagi.
Kemudian
diakhir pembicaraan bapak Amat yang mengaku hanya mampu memainkan panting namun
tidak mempunyai kemampuan membuatnya, menjelaskan bahwa dalam pembuatan panting
itu tidak ada ritual khususnya hanya biasanya dalam perut panting tersebut
biasanya di masukkan benda-benda atau azimat yang mempunyai kekuatan magis
menurut kepercayaan si pembuatnya yang bertujuan agar music panting disenangi
penonton yang mendengar ataupun melihat, diantaranya adalah tambang liring
(azimat pekasih untuk menaik orang yang mendengar atau melihat), Bunga Kenanga
dan tulisan rajah.
Dalam
memainkan music panting dalam pagelaran biasanya dahulu menurut bapak Amat,
panting akan di rabun kamanyan ( diasapi kemenyan ) agar supaya datu-datu para
penjaga panting datang, datu penjaga panting tersebut adalah Datu Lampai, Datu
Bangkala, Datu Kalambahai, Datu Kundarai, Datu Ujung dan Datu Lampai Sari....pada akhirnya ritual merabun panting dengan kemenyan ini bukanlah dengan maksud untuk menduakan sang maha pencipta, namun ini hanyalah sebuah bentuk permohonan izin kepada mereka yang dianggap sebagai si empunya panting, mungkin dalam istilah saat ini adalah sebuah bentuk pembayaran royalti terhadap sebuah produk yang telah terpatenkan.