Cerita
pengantar tidur Mama tentang Panji-panji dan Al Qur’an di Kampung atau Desa
Jatuh masa kecil dahulu selalu menjadi pengantar lelap malamku,kadang kecupan
hangat mama dikening akan membangunkanku dan sekejap pula mama melanjutkan
ceritanya, dan Abah akan membetulkan selimutku, atau abah kadangkala dengan
sengaja membangunkanku, maka cerita-cerita mama pun akan semakin panjang lagi,
sekarang cerita pengantar tidur itu begitu membekas dalam memoriku.
Cerita
yang terasa sangat membekas dalam memoriku, karena di setiap akhir cerita ini,
mama akan selalu berpesan kepadaku, ‘kau anakku, adalah orang jatuh….semua
orang jatuh itu adalah saudara mu, maka apabila kelak kau menjadi dewasa dan
entah dimana kau akan bertemu dengan orang yang menyatakan bahwa ia adalah
juriat jatuh,maka mereka adalah saudaramu,mereka adalah keluargamu’
Cerita
tentang jatuh itu adalah cerita tentang sejarah desa jatuh yang sekarang ini
berada ± 6 KM dari pusat kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah, di Kecamatan
Pandawan, Kalimantan Selatan. Cerita ini telah lama beredar di masyarakat,
namun seiring dengan berjalannya waktu, banyak orang yang mulai melupakannya,
dan bahkan mungkin masyarakat yang tinggal di Desa jatuh sendiri ada yang tidak
mengetahuinya,mereka hanya mengetahui jatuh dengan Mesjid Al A’la, panji-panji
dan Kitab Suci Al Qur’an yang telah berumur ratusan tahun itu.
Cerita
ini aku persembahkan untuk Mama yang tanpa lelah bercerita dan menjadikan aku
bagian dari cerita kehidupan di dunia ini,untuk semua warga Desa jatuh dan
juriat Desa jatuh karena cerita ini adalah cerita tentang kita sehingga
selayaknyalah kita mengetahuinya, bagi pembaca disinilah tempatnya kita berbagi
dan terakhir untuk anakku, Ahmad Ikhwan Aufa, di darah mu mengalir juriat orang
jatuh, menjadilah engkau seperti apa yang seharusnya.
Asal
Usul nama Desa Jatuh
Nama
desa Jatuh berasal dari kejadian Kejatuhan, dimana diceritakan bahwa ditempat
ini lah dahulu panji-panji yang dikeramatkan itu dijatuhkan. Panji-panji
tersebut adalah bendera berbentuk segitiga yang lancip dan runcing ke ujung
berukuran panjang 175 cm, tinggi 90 cm, membentuk sudut 90° dan ukuran sisi
miring 195 cm, panji tersebut ada 2 lembar,diperkirakan kain dasarnya berwarna
kuning dengan tulisan kaligrafi hitam, keutuhan kain tersebut sudah mulai lapuk
karena diperkirakan usianya sudah mencapai 350 tahun. dari kejatuhan yang dari
kata dasar Jatuh ini kemudian menjadikan desa yang dahulunya bernama Banua Budi
kemudian berubah nama menjadi Desa Jatuh sampai dengan sekarang ini, sedang
nama Banua Budi sekarang ini digunakan untuk nama desa pecahan dari Desa Banua
Binjai kecamatan Barabai. panji-panji tersebut sekarang ini di jaga
pemeliharaannya oleh seorang ulama muda yaitu Jakfar Sadiq di Desa jatuh yang
merupakan turunan dari Pembina utama mesjid Al A’la Desa jatuh, seorang Ulama
dan juga pemimpin pasukan Baratib dalam masa perjuangan fisik kemerdekaan masa
Kolonial Belanda, Penghulu Muda Lalana yang akan diceritakan lebih lanjut dalam
tulisan lainnya
Cerita-cerita
tentang datangnya panji-Panji di Desa Jatuh
Ada
3 cerita yang diyakini sebagai asal muasal panji tersebut ada didesa jatuh
yaitu:
1.
Cerita
I :
Diceritakan
bahwa 2 lembar panji itu dibawa oleh seorang Haji bernama Haji Said yang pada
saat menunaikan ibadah Haji di tanah suci Mekah diamanatkan untuk menyampaikan
Panji dan kitab suci Al Qur’an sebagai hadiah dari warga raja Arab Saudi dalam
rangka menyebar luaskan Da’wah Islamiyah.
Diamanatkan
pula kepada Haji Said bahwa panji dan Kitab Suci Al Qur’an tersebut harus
diantarkan dan diletakkan pada suatu tempat dengan ciri-ciri:
1)
Halaman mesjid yang permukaan tanahnya tiggi,
atau pada permukaan tanah tinggi yang ada tanda-tanda akan dibangun mesjid
2)
Bangunan mesjid itu berada pada
persimpangan sungai yang bercabang tiga dengan arusnya mengalir ke kiri dan
kekanan
3)
Disamping mesjid itu ada sebuah sumur
Setelah
melaksanakan ibadah haji, maka Haji Said pun pulang ke tanah Banjar dengan
menumpang kapal laut yang memakan waktu berbulan-bulan, namun malang pada saat
kapal laut mendekati tanah jawi, tiba-tiba datang badai yang menenggelamkan
kapal tersebut. Semua penumpang yang terdiri dari para jamaah Haji tenggelam
dan hanya beberapa saja yang selamat dan terdampar di pantai, diantara yang
selamat tersebut termasuk Haji Said.
Karena ia membawa amanat penting
tentang panji-Panji dan Al Qur’an untuk di bawa,maka benda ini lah yang
semampunya ia selamatkan
Kedua panji dan Al Qur’an ini
kemudian di bawanya mengikuti jalan-jalan pantai yang tidak berpenghuni itu.
Setelah berjalan kaki dengan cukup
jauh didaerah pantai tersebut,maka ditemukannya lah sebatang pohon yang sangat
besar dan tinggi namun tidak mempunyai daun. Haji Said berpikir mungkin dengan
memanjat pohon yang tinggi ini ia dapat melihat kesegala arah dan syukur-syukur
dapat menemukan perkampungan. Dengan dasar pemikiran ini maka dipanjatnya lah
pohon yang besar dan tinggi tersebut sampai ke puncaknya.
Namun harapannya sia-sia saja,
karena apa yang dilihatnya sejauh mata memandang hanyalah hutan belantara,
harapannya untuk menemukan perkampungan penduduk pun pupuslah sudah.
Tanpa terasa haripun menjelang
senja dan ia masih berada dipuncak pohon besar tersebut,tanpa diketahuinya
ternyata pohon besar tersebut adalah sarang burung garuda raksasa, tak berapa
lama kemudian disaat malam menjelang datanglah burung garuda tersebut.
Sambil diliputi rasa takut, maka
bersembunyilah Haji Said diantara ranting pepohonan tersebut, sambil diliputi
perasaan cemas karena menurut perkiraannya burung garuda itu pastilah termasuk
burung yang buas, namun terpikir pula olehnya barangkali dengan menaiki burung
garuda ini ia dapat lebih mudah menemukan perkampungan.
Ditengah malam ketika burung garuda
nyenyak tertidur, dengan keberanian yang tersisa ditambah dengan niat untuk
menunaikan sebuah amanah maka diikatkannya lah badannya kesalah satu kaki
burung garuda dengan menggunakan serbannya.
Keesokan harinya burung garuda
itupun terbang meninggalkan pohon besar sarangnya, Haji Said yang telah nekat
berada dikaki burung garuda tersebut ikut terbawa terbang tinggi diangkasa
sambil memegang panji dan Al Qur’an.
Setelah sekian lama terbang diudara
akhirnya burung garuda itu terbang merendah dan dari atas tampak beratus ekor
hadangan atau kerbau yang sedang asyik makan rumput di lapangan hijau di tepi
sungai.
Rupanya burung garuda itu sedang mencari makan
dan sedang mengintai salah seekor kerbau yang akan akan di jadikannya mangsa.
Haji Said berpikir bahwa inilah
saatnya ia turun dari kaki burung garuda, keyakinannya meyakini pastilah
disekitar situ terdapat perkampungan, sebab kerbau-kerbau itu pastilah ada yang
memeliharanya.
Pada saat urung garuda turun
ketanah dan menyambar kerbau buruannya, maka Haji Said secepatnya melepaskan
dari ikatan badannya pada kakiburung garuda.
Setelah berada di tanah, dia pun
berjalan membawa panji dan Al Qur’an sampai pada akhirnya ia menemukan suatu
tempat yang sesuai dengan apa yang di syaratkan sebagai tempat meletakkan benda
amanat tersebut. Yaitu adabangunan mesjid sederhana dan berada pada
persimpangan sungai juga didepannya terdapat tanah yang agak tinggi.
Kemudian
diletakkanyalah panji-panji dan Al Qur’an tersebut pada tanah tinggi di depan
mesjid tersebut, dalam kesempatan tersebut ia tertarik pula memperhatikan
sungai di depan mesjid,karena menurutnya aliran sungai tersebut sangat aneh
yaitu sungai yang bercabang dua tersebut, aliran cabang yang satu airnya jernih
sedang aliran cabang yang kedua berwarna keruh.
Karena tertarik dengan keanehan
aliran sungai ini,dicelupkannya lah telunjuknya kepermukaan air yang berwarna
keruh, dan semakin terkejut pula setelah diangkat telunjuk tangannya dari
permukaan air,berubahlah telunjuk tagannya menjadi batu.
Dengan perasaan sedih, terkejut,
heran bercampur aduk tak menentu, disadarinya lah di dalam hati bahwa ini
adalah kuasa dan kehendak Sang Maha Pencipta, masih untung telunjukku sajayang
berubah menjadi batu dari pada seluruh tubuhku yang menjadi batu.tentulah
kejadian ini ada hikmaknya demikian pikir Haji Said.
Dengan kejadian ituia kemudian
member gelar dirinya Haji Batu,dan telunjuknya yang sudah menjadi batu tersebut
ternyata benar-benar ada hikmahnya, dengan telunjuk batu itu ia kemudian
menjadi tabib yang dapat menyembuhkan penyakit.
2.
Cerita
II :
cerita yang ke II ini menceitakan
bahwa, panji-panji tersebut ‘jatug’ dari langit. Kejadian ini terjadi pada
malam ke 21 bulan Ramadhan atau malam salikur dalam bahasa banjar, dan jatuh
nya panji-panji itupun tepat pada bagian tanah tinggi di halaman mesjid yang
berada pada simpang tiga sungai.
Dengan jatuhnya panji-panji
ditempat itulah yang menyebabkan kampung tersebut di namakan Desa Jatuh.
3.
Cerita
III :
Dalam cerita ini diceritakan pula
bahwa panji-panji dan Al Qur’an ini dibawa oleh seorang penyebar agama Islam
bernama Said Muhammad Yusuf dari Martapura yang juga merupakan penasehat agama
kerajaan Banjar.
Beliau kemudian meletakkan
Panji-panji dan Al Qur’an tersebut pada mesjid yang pada saat itu bernama
kampung Banua Budi yang kemudian menjadi Desa Jatuh.
Sumber Penulisan :
1. Hasil
wawancara,biodata informan : Hj. Habibah, Kelahiran Jatuh 1943, Pekerjaan
Pensiunan PNS, Alamat Desa Banua Budi RT.04
2. Buku
panji da’wah islamiyah, Drs. Syamsiar Seman, Yayasan Mesjid Al A’la desa jatuh
barabai, 1979
Sumber fhoto :
1.
Pribadi