Bicara tentang cempedak atau kami biasa menyebutnya tiwadak, adalah buah yang tidak asing bagi kami di pahuluan, buah ini adalah buah musiman, artinya tidak setiap saat kami bisa merasakan buah yang satu ini. untuk wilayah Hulu Sungai, buah ini biasanya di drop dari Kebun – kebun di daerah kabupaten Balangan dan kabupaten Tabalong.Buah ini kerap di jumpai di saat awal awal musim penghujan, selain dipasar – pasar tradisional buah ini kerap juga di tawarkan oleh para penjual di sepanjang jalan provinsi di kecamatan batu mandi sampai perbatasan antara kabupaten Balangan dan kabupaten Tabalong, juga dipinggir – pinggir jalan kecil di kecamatan Tebing Tinggi Awayan dan Kecamatan Tebing Tinggi
Dari Ibu Dra.Siti Sarniah ( Acil Niah ) yang merupakan seorang guru mata ajar Biologi di SMUN I Barabai, beliau menjelaskan bahwa Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara, dan menyebar luas mulai dari wilayah Tenasserim di Burma, Semenanjung Malaya termasuk Thailand, dan sebagian Kepulauan Nusantara: Sumatra, kalimantan, Sulawesi, Maluku hingga ke Papua. Juga banyak didapati di Jawa ba gian barat. Buah ini dikenal secara luas denganbeberapa nama lokal seperti bangkong (bentuk liar, Malaysia), baroh (Kep. Lingga dan Johor), nangka beurit (Sunda), nongko cino (Jawa), tiwadak (Banjar) dan lain-lain, kata beliau lagi Klasifikasi ilmiahnya adalah bahwa buah ini masuk dalam kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Ordo Urticales, Famili Moraceae, Genus Artocarpus, dan dari Species A. champeden, nama biomalnya adalah Artocarpus champeden
Spreng.
Spreng.
Bentuk buah, rasa dan keharumannya seperti nangka,hanya saja buah tiwadak atau cempedak ini lebih kecil, lebih lonjong dan kadang lebih panjang dari buah nangka, meski aromanya kerap kali menusuk kuat mirip buah durian.
pohon cempedak |
Secara alami, cempedak liar banyak dijumpai di hutan hujan dataran rendah, baik hutan primer maupun sekunder. Tumbuh hingga ketinggian sekitar 1000 m dari permukaan laut, pohon buah ini menyukai daerah-daerah dengan musim kering yang tidak tegas, lahan dengan permukaan air tanah yang dangkal, dan bahkan tahan sesekali tergenang banjir. Menurut Abah Agus atau Bapak Adul yang pernah menjadi Bos kayu, dan pemilik bangsaw ( Tempat pengolahan kayu ) di Desa Sungsum Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Balangan,Kayu pohon tiwadak termasuk kayu yang berkualitas baik, kuat dan awet, sehingga kerap digunakan sebagai kayu bangunan, bahan perabotan rumah, atau bahan perahu. Kulit kayunya yang berserat dapat digunakan sebagai bahan tali, dan getahnya untuk mamulut ( menjerat )burung. Dari kayunya juga dapat dihasilkan bahan pewarna kuning. Menurut beliau lagi bentuk tiwadak kalau di gambarkan Pohonnya selalu hijau, sedang besarnya, tingginya dapat mencapai 20 meter meski kebanyakan hanya belasan meter. Ranting-ranting dan pucuk dengan rambut halus dan kaku, kecoklatan.
Mandai atau dami asinan dari kulit cempedak |
Di wilayah Kecamatan Tebing Tinggi dan bahkan di wilayah Kalimantan Selatan, cempedak yang dalam bahasa Banjarnya tiwadak ini, hampir semua bagian dari buahnya dapat dikunsomsi, daging buah yang berwarna kuning ini bisa dikonsumsi secara langsung atau diolah dengan campuran tepung , kemudian di goreng, apabila diolah dengan di goreng ini dikenal sebagai Guguduh tiwadak, sedang tiwadak anum ( cempedak muda ) biasanya dibakar ditambahkan larutan santan kelapa yang di namakan parung tiwadak,dijadikan sayur makan.bijinya bisa direbus kemudian setelah matang dimakan dengan parutan kelapa dan taburan garam di kenal dengan biji tiwadak bajarang, menurut unya (bibi/acil/ paman bungsu ) bini, ada tehnik tersendiri dalam menikmati biji tiwadak bajarang ini yaitu harus dengan mandai atau dami goreng, tujuannya adalah agar hasil kunyahan biji tiwadak tidak menempel pada bagian belakang gigi.kemudia kulit biji tiwadak pun dapat diolah, yaitu pertama – tama sebelum diolah, terlebih dahulu kulitnya dikupas bagian luarnnya sampai putih, termasuk tangkung (tempat menempel daging buah tiwadak menempel )kemudian direndam dalam air matang yang di beri garam,tujuan direndam dengan air garam adalah untuk mengawetkan dan melunakkan teksturnya. Rendaman dapat dilakukan selama beberapa jam bahkan hingga sebulan setelah beberapa hari kemudian dapat diolah menjadi makanan yang dinamakan mandai atau ada juga yang menyebutnya dami. Mandai atau dami ini dikonsumsi dengan cara menggorengnya hingga kecoklatan, di jadikan lauk atau lalapan makan, ada juga dimasak santan dengan iwak ( ikan ) talang ( cakalang ) kering, atau iwak papuyu anak….pada kesempatan yang yang lain kami mencoba menanyakan kepada Firmansyah salah seorang karyawan honorer di kantor kecamatan Tebing tinggi, yang merupakan putra daerah asal desa sungsum tentang adakah pemanfaatan kulit tiwadaknya, dengan enteng dia menyebutkan bahwa kulit tiwadak bisa juga di gunakan untuk menggaruk punggung yang gatal, sambil berlalu dari hadapanku yang kebingungan,sambil menjanjikan nanti akan memberitahukan caranya menggunakan kulit tiwadak ini…….setelah beberapa menit kemudian baru tersenyum, Kemudian tertawa, ternyata untuk yang satu ini aku benar – benar telah dikerjainya
mandai/dami yang telah diiris dan siap untuk diolah |
2 hari setelah itu seusai magrib pintu rumah dinas petugas kesehatan yang ku tempati, di ketuk, setelah kubuka ternyata Firman datang berkunjung kerumah dengan membawa bungkusan plastik berisi buah tiwadak, dan malam itupun jadilah pesta tiwadak, namun untuk tawarannya untuk mempraktekkan cara menggaruk punggung yang gatal menggunakan kulit tiwadak, dengan tegas kupastikan tidaaaaaak.......dan sekali lagi meski tulisan ini tak ada hubungannya dengan judul tak apalah......ini hanyalah bagian dariku dalam mengartikan kebebasan berbicara dalam blog ini, namun dalam hati dengan tulus mengucapkan selamat kepada puskesmas Paringin yang telah ditunjuk menjadi Puskesmas dengan ISO 9001:2008 nya, sedang bagi kami di Puskesmas Tebing Tinggi cukuplah membicarakan masalah cempedak aja dulu....hmmmmm