Senin, 29 Agustus 2011

Jamban Sehat yang Terbentur Budaya

Penulis di depan balai adat kambiyain,dayak pitap
catatan ini bukan berdasarkan hasil survey menyeluruh, ini hanya kusimpulkan dari hasil tanya jawab dengan kader pamsimas desa kambiyain


Dari postingan diinternet tanggal 16 Januari 2010, dikatakan bahwa pada tahun 2014 Pemerintah akan melarang masyarakat membuang tinja (buang air besar/BAB) ke tempat-tempat terbuka, seperti di kali, kebun maupun persawahan. Pasalnya, limbah tinja yang dibuang sembarang akan menggangu kesehatan dan sistem sanitasi penduduk……aku tersenyum sendiri, apa pemerintah baru sadar kalau BAB sembarang akan bisa mengganggu kesehatan dan sistem sanitasi penduduk??, pasti tidaklah…..pemerintah pastilah sangat sadar, lagian yang duduk disana orang pintar semua. Cuma mungkin saja pemerintah masih ulbelum punya waktu untuk ngurusin masalah per’BAB’an masyarakatnya.
Jadi paling tidak sampai tahun 2014, para warga di wilayah kerja puskesmas tebing tinggi masih mempunyai kesempatan untuk membuang hajatnya disepanjang sungai yang membentengi di belakang rumah – rumah mereka. Tak bisa di pungkiri memang ini lah salah satu kebudayaan bagi bangsa kita yang tinggal di pinggiran sungai atau kali. Kami dari puskesmas memang sudah sering melakukan penyuluhan – penyuluhan, baik secara penyampaian langsung, tak langsung seperti menyebarkan aneka poster atau pamplet – pamplet kesehatan, bahkan dengan sistem pemicuan masyarakat, dengan harapan setelah di lakukan pemicuan akan menimbulkan perasaan malu, sehinggga tidak ada keinginan untuk mengulanginya lagi.namun kebiasaan ini masih tetap terulang dan berulang, bicara tentang kebiasaan…..semua kegiatan tepi sungai ini adalah kebiasaan turun temurun, yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Kultur masyarakat suku banjar dan dayak, secara turun temurun bermukim di sepanjang daerah aliran sungai, Sungai merupakan urat nadi kehidupan dan perekonomian masyarakat. Air sungai dimanfaatkan untuk keperluan hidup sehari-hari, minum, memasak, mencuci dan kakus,……sungai adalah sumber penghidupan.
Ada sisi menarik yang aku dan sanitarian Puskesmas Tebing Tinggi temui pada saat mempromosikan jamban keluarga ke anak desa Dayak pitap, Kambiyain. Kami berangkat kedesa ini dengan 2 orang Team Pamsimas. Pertemuan diadakan di Balai Adat Kambiyain, dalam pertemuan ini di hadiri oleh para tetuha adat dan kader – kader kesehatan.
Warga desa ini didiami oleh warga dengan kesukuan Dayak, yaitu dayak pitap. Untuk mencapai desa ini hanya bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan jalan kaki dengan jarak dari kecamatan tebing tinggi ± 7 KM, atau dengan menggunakan kendaraan Roda 2, karena jalan – jalan disini masihlah berupa jalan tanah tanpa pengerasan, sehingga apabila musim penghujan, jalan – jalan ini akan berupa kubangan lumpur berwarna kemerahan. Mereka membangun pemukiman persis didepan sungai kambiyain. Melihat keadaan sungai kambiyain akan sangat berbeda dengan sungai – sungai yang biasa kita jumpai di kota – kota, sungai disini masihlah sungai perawan, sungai dengan aliran deras tak terlalu dalam, jernih membelah bebatuan berwarna putih, bahkan karena begitu jernihnya sehingga kita dapat melihat dasar dari sungai kambiyain ini. Bagi aku pemandangan seperti ini amatlah jarang kudapatkan, suara aliran sungai dan hembusan angin membuatku betah berlama – lama ditempat ini. Namun sayangnya, seperti halnya masyarakat yang mendiami daerah aliran sungai, budaya pinggiran sungai pun berlaku di tempat ini, segala kegiatan harian bermula dan berakhir ditempat ini, bermula seperti mandi, cuci, sumber air minum dsb, dan pada bagian akhirnya membuang segalanya pun berakhir ditempat ini pula.
Dalam pertemuan dengan para tetuha adat ini kami mencoba mempromosikan tentang jamban sehat, sesuatu yang mungkin kedengarannya basi bagi sebagian orang, namun bagi penduduk yang berdiam di desa kambiyain masalah jamban sehat mungkin kedengaran seperti hal yang sering terdengar namun sulit untuk dilaksanakan, budaya pinggir sungai sudah mendarah daging di tempat ini……untuk merubah sesuatu yang telah mendarah daging tidaklah semudah membalikkan telapak tangan,meski team pamsimas bersedia untuk membantu pendanaan untuk pembangunan jamban sehat umum, namun masih banyak masyarakat yang masih belum siap untuk menggunakannya, kami sempat bingung kenapa…..telisik punya telisik ternyata ada keyakinan yang meyakini kalau BAB dengan model seperti ini tabu dan akan menjadikan hal – hal yang tidak baik. Mereka tidak ingin membuang hajat dalam satu tempat, mereka meyakini apabila hasil hajat mereka di buang dalam satu tempat ini akan menjadikan orang tersebut akan menemukan kesialan, akan menjadikan mereka selalu dalam sifat ‘panasan’……..benar – benar sebuah dilemma bagi kami semua, ternyata bukanlah hanya masalah keuangan yang menjadikan jamban sehat kurang begitu populer, kenyataan yang kami temui kini, jamban sehat haruslah  berbenturan dengan budaya.
Alam telah lebih dulu mengajarkan kepada mereka, kiranya hanya waktukah yang kan menjawab ini semua?? Kami termangu di kala itu, apakah ini sebuah kebenaran, ataukah ini hanyalah sebuah paksaan terhadap sebuah kebenaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar