Kamis, 18 Agustus 2011

ARUH BAHARIN LANGKAP: WUJUD RASA SYUKUR, PERASAAN CINTA KEPADA LELUHUR DAN EKSISTENSI BUDAYA DAYAK PITAP



Desa langkap merupakan salah satu desa dalam wilayah kerja Puskesmas Tebing Tinggi di kecamatan tebing tinggi kabupaten balangan propinsi kalimantan selatan, desa ini dihuni seluruhnya oleh warga dari suku dayak pitap. Dayak pitap sendiri adalah salah satu dari dayak meratus atau dayak bukit, Dayak Pitap merupakan sebutan bagi kelompok masyarakat yang terikat secara keturunan dan aturan adat, mendiami kawasan disekitar hulu-hulu sungai Pitap dan anak sungai lainnya di kecamatan tebing tinggi. dalam peta nasional desa langkap dan anak – anak desa dayak pitap masuk dalam area sangat terpencil. dalam wilayah kerja puskesmas Tinggi di kecamatan tebing tinggi sendiri mereka menempati area- area paling ujung, namun desa langkap sendiri adalah desa yang paling dekat bagi kita untuk bertemu dengan warga dari suku dayak pitap, mereka berbatasan langsung dengan desa- desa yang dihuni oleh warga dari suku banjar yaitu desa mayanau dan desa simpang bumbuan, perlu diketahui juga, orang desa langkap dari kesukuan dayak pitap ini biasanya mengartikan bahwa orang banjar tidak hanya mengacu kepada kesukuan yaitu suku banjar, tetapi juga mengartikan bahwa kata – kata banjar mengacu kepada orang – orang yang memeluk agama islam.
Memang di desa langkap ini para warganya masih menganut agama leluhur mereka, yaitu agama kaharingan yang merupakan agama paling umum bagi orang – orang dari suku dayak, agama atau keyakinan ini adalah agama yang memepercayai akan adanya kehidupan setelah mati, yaitu kehidupan alam roh dan di alam inilah para leluhur mereka berada, dan di percayai pula bahwa adanya saling ketergantungan antara kehidupan di dunia dan kehidupan di alam roh ini,di ceritakan bahwa kehidupan di alam roh ini penuh dengan kedamaian, layaknya kehidupan di dunia mereka pun saling berinteraksi, makan dan minum dsb, dan bahkan mereka ini ikut menentukan segala baik dan buruk kehidupan para turunan mereka di dunia, memohonkan harapan – harapan para keturunan mereka di dunia kepada penguasa penuh semesta alam dunia dan alam roh, memenuhi atau mengabulkan hajat mereka, sehingga kewajiban para mereka para turunan yang ada di dunia ini adalah berbakti kepada mereka yang telah tiada untuk memenuhi segala kebutuhan kehidupan leluhur di alam roh dan mengingat kepada mereka dengan memberikan sesaji dalam ritual ritual keagamaan mereka.Namun permasalahannya, dalam keagamaan kaharingan seperti di tempat ini masihlah bersifat totorial, tidak ada buku keagamaan khusus, atau kitab atau para guru agama yang bisa diajarkan dan bisa mengajarkan kepada generasi penerus tentang keyakinan keagamaan ini, sehingga bagi para anak – anak, remaja,atau pemuda di desa ini yang sekolah biasanya akan mengikuti pelajaran agama hindu atau budha yang dianggap mendekati agama leluhur mereka untuk memenuhi kurikulum sekolah.
Luas desa Langkap ± 2.850 km², berdasarkan kondisi wilayah pemukiman masyarakat menempati wilayah pegununungan tidak menempati pemukiman di sepanjang jalan utama,poros jalan desa ini berada di tepi sungai, sehingga apabila kita berkunjung kedesa ini kita akan menemukan pemandangan bantaran sungai dengan aliran deras dan jernih membelah bebatuan, desa ini terdiri dari 2 RT yaitu Langkap dan kaitan.Desa ini adalah daerah yang berbukit bukit, selain sebagai daerah pemukiman, didesa ini juga terdapat kawasan hutan, baik hutan lindung maupun non lindung seperti hutan produksi dsb.
Rata – rata masyarakat didesa langkap berprofesi sebagai petani, yaitu petani karet sekaligus bertanam padi atau manugal, berbeda dengan masyarakat petani yang biasanya menanam padi di pematang sawah, manugal adalah menanam padi tidak pada pematang sawah yang sangat tergantung pada sistem irigasi tapi menanam padi pada lereng lereng gunung, padi yang dihasilkan dari hasil tugal ini biasanya dikenal sebagai beras gunung, beras ini pulen dan wangi.selain sebagai petani penyadap karet dan bertanam padi sebagian lainnya sebagai pedagang,didesa ini terdapat 2 sarana pendidikan yaitu SDN langkap dan SD kecil Raranum di kaitan, di desa ini pun terdapat bangunan Polindes yang berada persis di samping balai adat desa langkap, namun permasalahannya Puskesmas Tebing Tinggi sebagai induk pelayanan kesehatan di kecamatan Tebing Tinggi masih kekurangan tenaga bidan sehingga polindes ini hanya berupa bangunan yang tak berpenghuni, untuk masalah kebidanan di desa dicoverkan sementara oleh bidan desa mayanau yang merupakan desa terdekat. jalan poros desa berada di tepi sungai dengan pengerasan hamparan batu kali, sedang jalan menuju kaitan berupa jalan tanah setapak, terdapat Balai adat di ujung perkampungan, sebagian desa Langkap sebagian sudah mendapat penerangan dari PLN sedang di kaitan aliran listrik PLN masih belum sampai, sehingga sebagian masih menggunakan penerangan lampu templok atau genset bagi yang mempunyai dana atau penghasilan lebih.
Untuk mencapai desa langkap bisa dengan 2 jalur pilihan, yaitu dari kota kabupaten, paringin atau melalui kota kabupaten hulu sungai tengah, barabai. Baik dari paringin atau barabai berjarak ± 40 KM. Sarana transportasi sudah bisa di lalui oleh transportasi roda 4, ini adalah perjalanan yang menyenangkan,karena selama dalam perjalan kita akan mepunyai kesempatan melihat areal perkebunan karet atau petak – petak persawahan penduduk. Apabila kita sudah sampai di desa simpang bumbuan di kecamatan tebing tinggi kita harus melewati jembatan besi yaitu jembatan langkap yang baru saja diresmikan oleh bupati kab. Balangan tahun 2009,ini merupakan jalur jalan yang baru, sedangkan jalur jalan yang lama,kita harus sampai kedesa mayanau kemudian melewati jembatan ayun yang sudah mulai rusak, sehingga hanya bisa dilewati dengan kendaraan roda 2 atau jalan kaki, sedang yang ingin meneruskan dengan kendaraan roda 4 dengan sangat terpaksa harus membelah sungai jernih beraliran deras berpasir dan batu kali sebagai dasarnya yang kedalamannya hanyalah semata kaki, jalan jalur lama ini sudah mulai jarang di gunakan. dalam menjalankan peran dan fungsi puskesmas seperti Pusling, Posyandu, imunisasi anak sekolah, kunjungan rumah,dsb kami lebih banyak memilih kendaraan bermotor/ kendaraan roda 2 karena lebih praktis dan mudah bergerak.
Bentuk bangunan rumah masyarakat desa langkap sudah permanen, sebagian semi permanen, namun masih ada juga jenis rumah yang hanya berdinding bambu, jenis bangunan berdinding bambu ini bisa kita temukan di raranum.
Di bulan Juli atau bulan Agustus setiap tahunnya adalah musim panen,namun pada tahun ini di desa langkap panen terjadi pada bulan september 2010, Bagi sebagian masyarakat di Nusantara, terutama bagi mereka yang menggantungkan hidupnya dari bertani padi, musim panen adalah salah satu momen yang ditunggu-tunggu kedatangannya. Selain bermakna ekonomi, musim panen padi juga mengandung makna spritual. Oleh sebab itu, sebagian masyarakat menggelar ritual-ritual tertentu atau upacara-upacara khusus sebelum atau sesudah musim panen padi tiba. Tujuan digelarnya upacara ini adalah sebagai perwujudan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas hasil panen padi ladang yang melimpah, sekaligus penghormatan terhadap arwah leluhur yang diyakini senantiasa melindungi mereka dari berbagai marabahaya. Mereka meyakini, beras hasil panen (baras hanyar) belum boleh dimakan, sebelum upacara adat tersebut dilaksanakan. Realisasi pengucapan rasa syukur ini oleh semua warga dayak pitap diwujudkan dalam ‘aruh’( Kenduri ). Disebut Aruh Ganal karena upacara ini dilakukan secara besar-besaran ( ganal ) selama lima, tujuh atau dua belas hari dengan melibatkan seluruh warga kampung, baik dari kampung dalam maupun kaum luar. Selain itu, upacara ini juga seringkali melibatkan para aparat pemerintahan sebagai tamu istimewa undangannya dan dilaksanakan di balai adat. Bagi masyarakat suku Dayak, upacara Aruh Ganal pada dasarnya merupakan puncak ritual religius yang dilakukan secara kolektif oleh seluruh warga kampung Dayak. Lebih dari itu, ritual ini diyakini juga sebagai salah satu medium paling utama untuk memperkuat tali persaudaraan di kalangan mereka. Dengan kata lain, ritual Aruh Ganal merupakan sebuah tradisi yang hakikatnya menyimpan nilai-nilai religius dan sosial.
Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara Aruh Ganal, baik nilai religius maupun sosial dapat dikatakan bermula dari pemahaman filosofis yang dianut oleh masyarakat suku Dayak. Dalam masyarakat Dayak, pemahaman filosofis tersebut berkenaan dengan pemaknaan akan seluruh aktifitas keseharian mereka. Misalnya, dalam aktifitas ekonomi yang meliputi aktifitas berladang ataupun bercocok tanam serta pada akhirnya memanen hasil pertanian mereka. Menurut pandangan filosofis orang Dayak, aktifitas berladang tidak semata-mata sebagai sebuah aktifitas ekonomi namun itu semua tidak bisa terlepas dari pemaknaan nilai-nilai ketuhanan (religius). Maka, pandangan filosofis inilah yang turut serta membentuk karakter ritual yang diciptakan oleh mereka.
Sementara itu, sebagaimana telah disinggung, upacara Aruh Ganal menyimpan nilai sosial. Nilai ini terletak pada fungsi dan tujuan sosial dari upacara itu. Bagi masyarakat Dayak, upacara Aruh Ganal seolah menjadi ajang paling efektif untuk menumbuhkan rasa solidaritas, saling mengenal pribadi atau individu lain. Dalam sejarahnya, tidak ada orang yang mengetahui secara pasti kapan tradisi Aruh Ganal ini mulai ada dan resmi diberlakukan sebagai sebuah ritual yang terlembagakan secara kultural di masyarakat Dayak. Namun, apabila kita melihat latar belakang dan substansi upacara Aruh Ganal, yakni sebagai wujud syukur atas hasil panen, maka upacara ini diperkirakan lahir bersamaan dengan mulai dikenalnya tradisi berladang ataupun bercocok tanam oleh masyarakat suku Dayak. Jadi tradisi ini merupakan sebuah tradisi yang berusia sama tuanya dengan aktifitas ekonomi (berladang) di Kalimantan Selatan. Selain nilai-nilai di atas, upacara Aruh Ganal juga menyimpan nilai politik. Nilai politik ini tercermin pada tradisi mengundang tamu dari kampung-kampung lain dan dari aparat pemerintah. Tradisi undangan pada dasarnya bertujuan politik agar eksistensi tradisi yang merupakan pernyataan eksistensi komunitas suku Dayak tetap diakui oleh kalangan lain. Artinya, dengan diadakannya upacara Aruh Ganal, masyarakat Suku Dayak ingin memperlihatkan pada komunitas lain bahwa eksistensi mereka sebagai manusia yang berada dalam ruang lingkup komunitas terbatas juga dianggap dan tidak dimarjinalkan.
Menurut warga aruh ganal Meskipun diselenggarakan seusai masa panen, namun tidak setiap tahun dilaksanakan, tergantung hasil panen saat itu, apakah mencukupi untuk ukuran sebuah perayaan atau tidak. dan akan disebut aruh adat baharin apabila sampai mengorbankan sapi atau kerbau. Dalam aruh adat baharin desa langkap tahun ini dilaksanakan mulai hari kamis tanggal 29 september 2010 sampai subuh tanggal 6 september 2010, dalam aruh baharin kali ini hewan qurban yang disediakan warga terdiri dari 2 ekor kerbau besar, 8 ekor kambing, berpuluh – puluh ayam, dan entah berapa ekor Babi, ritual adat aruh baharin ini adalah sesuatu yang langka bagi kami,dengan menaiki kendaraan berplat merah, tak pelak kami pun hadir ke aruh adat ini meski tidak secara penuh.desa langkap dari puskesmas tebing tinggi berjarak ± 6KM. menurut bapak uluyani yang merupakan kepala desa langkap, aruh adat baharin adalah aruh adat besar dan dalam pelaksanaannya tidak hanya di hadiri oleh seluruh warga suku dayak pitap dan para warga dayak di kabupaten balangan, namun seluruh warga dayak di manapun berada semuanya diundang, undangan selain disampaikan secara langsung, lewat surat juga disampaikan undangan terbuka yang di siarkan lewat radio kepada seluruh warga dayak. pada saat kami datang ke acara aruh tersebut , Melalui jalan jalur yang baru, Jum’at sore, aruh adat sudah berlangsung selama 1 hari, udara sore terasa hangat, udara pegunungan terhirup dengan segar, kami bisa melihat aroma kemeriahan sudah nampak terlihat di perbatasan desa simpang bumbuan yang merupakan desa yang berbatasan langsung dengan desa langkap. Pada tugu pembatas desa simpang bumpuan nampak terpasang umbul – umbul berwarna – warni, semakin kami memasuki desa langkap kamipun bisa menemukan kecerian dari wajah – wajah para warga terbalut dengan keramahan mereka. Dalam pikiran kami terbayang, hanya kami lah yang hadir disana selain dari suku dayak, namun kenyataannya banyak juga para warga sekitar kecamatan tebing tinggi dan bahkan dari luar daerah yang jelas – jelas bukan dari suku dayak berada di sekitar balai adat langkap.
senyum keramahan dari para warga selalu kami dapatkan, dan bahkan pada saat kami berjabat tangan dengan mereka, mereka mengatakan merasa terhormat dan tidak merasa risih atas kedatangan para warga lain selain warga dayak.
Pada saat tiba disana sedang dilaksanakan persiapan malam puncak aruh adat, malam puncak bukanlah diartikan sebagai malam terakhir dalam pelaksanaan acara, namun adalah malam yang akan menjadi awal dalam pelaksanaan aruh yang sebenarnya. Kami tidak sempat menyaksikan secara langsung awal dari persiapan ini, menurut para tetuha kampung disana acara persiapan ini dimulai dengan acara sabung ayam, selanjutnya dilakukan penyembelihan hewan qurban, dalam penyembelihan hewan qurban ini sangat nampak toleransi dari warga karena dalam penyembelihan hewan qurban ini dilaksanakan oleh para orang luar penyelenggara acara yaitu oleh orang orang dari agama islam, karena menurut mereka dengan disembelih dengan cara itu, hasil hewan qurban dapat dinikmati tidak hanya para warga dayak, tapi juga dari para warga yang mungkin mempunyai keyakinan yang berbeda dengan mereka. Setelah disembelih hewan qurban di bersihkan oleh para warga pria secara gotong royong, dan para wanitanya menyiapkan bumbu untuk memasaknya.para wanita yang lebih tua pun ambil bagian tugas khusus, yaitu menyiapkan aneka sesaji dalam acara puncak, mengisi bakul sesaji warga yang akan diletakkan dalam susungkulan ( tentang susungkulan banyak di tulis pada catatan tour iyam, red )dsb,sesaji ini biasanya adalah tumpeng nasi ketan dengan aneka hisan dan kepala ayam, telur ayam rebus, lamang /lemang ( beras ketan yang dimasak dalam bumbung bambu muda kemudian dipanggang diatas api ) bubur merah, bubur putih dan lain – lain. Ada yang menarik dalam acara persiapan ini semua wanitanya memakai tapih bahalai yaitu kain batik panjang dan para lelakinya mengenakan sentana parang atau mandau.
 Balai adat dayak pitap adalah bangunan dari kayu berbentuk persegi panjang, lantai bangunan sebgian besar berlantai dari papan dan sisanya berlantai bambu tanpa karpet ,yang namanya balai tentulah tanpa sekat – sekat kamar. Pada hari – hari yang lain balai adat ini tampak selalu tertutup dan sepi, namun pada saat kami berkunjung nampak segala kemeriahan berpusat di tempat ini. Dihalaman depan balai adat para pria sedang mengawah yaitu menanak nasi dengan menggunakan wajan yang besar di belakang balai sebagian ibu – ibu membuat lamang,di samping kanan balai persis di halaman polindes para pihak lelaki yang lain menguliti hewan qurban, dan di pelataran samping kanan kelompok lelaki lain memotong daging hewan qurban menjadi ukuran – ukuran kecil. Meski tanpa hiasan pada balai namun di depan balai penuh dengan umbul – umbul aneka warna. Sebenarnya untuk masuk kedalam balai adat sebenarnya bisa lewat pintu depan dan pintu samping, meskipun ke dua pintu sebenarnya terbuka namun untuk masuk hanya bisa lewat pintu depan karena pada pelataran pintu samping penuh dengan kelompok pria memotong – motong hewan qurban yang telah di bersihkan tadi. Kami mendapat kehormatan masuk kedalam balai, di sudut ruangan kelompok ibu – ibu nampak sedang memeras parutan kelapa untuk di jadikan santan. Susungkulan di hias dengan janur kelapa, kelompok wanita yang lebih tua menyiapkan sesaji, kegiatan di di dalam balai masih belum di mulai, namun kegiatan diseberang balai di belakang rumah – rumah penduduk nampak bergeliat, ramai suasananya, dengan penuh penasaran kami pun meninggalkan balai adat, setelah mengucapkan selamat kepada para tetuha desa, semakin mendekati pusat kemeriahan di belakang rumah – rumah penduduk ini nampak kontras wajah orang – orang disana, nampak wajah yang di balut keceriaan dan ada pula sebaliknya, tidak hanya kaum pria tapi juga wanitanya, semakin mendekati aku mencoba menebak – nebak dalam hati, ternyata tebakanku benar adanya ini lah sebab keceriaan dan sebab kurang cerianya wajah – wajah mereka, ya……ini adalah arena judi. Melewati pagar bambu kami memasuki area ini, harus kuakui, aku tidak mengerti masalah judi, namun yang jelas ada 2 jenis permainan yang di tawarkan dalam lapak – lapak para gambler ini, yaitu jenis judi dengan menggunakan 3 buah dadu yang dikocok dalam tempurung kelapa dan lapak kelompok permainan judi kartu remi. Ada pendapat bahwa judi ini bukanlah bagian dari pada aruh adat, namun tidak sedikit yang menganggap bahwa judi ini bagian dari aruh adat itu sendiri, karena apabila setiap kali di laksanakan aruh adat pastilah judi menjadi bagiannya, entah mana yang benar namun yang jelas, inilah suasana persiapan aruh adat baharin di desa langkap yang kami kunjungi, udara sore semakin dalam kami rasakan, udara dingin khas pegunungan terasa menusuk sampai ketulang, sebuah pertanda kami pun mesti pulang, ini kunjungan kami yang tak sepenuhnya, namun menurut seorang tetuha desa yang sempat kami temui, prosesi punck baharin diisi dengan upacara adat yang disebut "Batandik", yaitu menari sambil diiringi pembacaan mantra berisi pujian dan doa kepada Dewa. Pembacaan mantra dan doa dilakukan oleh para tokoh masyarakat adat yang disebut "Balian", sedang proses pembacaannya disebut "Bamamang".Upacara Aruh Baharin biasanya dihadiri oleh para "Balian" dari seluruh Balai Adat yang ada di Kalsel yang jumlahnya bisa sampai 10 orang per satu Balai Adat
Melalui upacara adat Aruh Baharin, masyarakat adat Dayak Pitap di Balangan menyampaikan rasa syukur, puji-pujian dan do serta pengharapan agar panen dimasa yang akan datang berlimpah ruah.







     


Tidak ada komentar:

Posting Komentar