Kamis, 18 Agustus 2011

jalan jalan ke kambiyain (anak desa dayak pitap, Kab. Balangan)


Add caption
Kambiyain merupakan anak desa dari desa dayak pitap di kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Balangan, dayak pitap adalah salah satu suku dayak yang masuk dalam rumpun dayak bukit. Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal dipedalaman, di gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak yang pernah aku ketahui adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur. Sedang nama kambiyain sendiri sebenarnya berasal dari nama sungai yang mengaliri desa ini yaitu sungai kambiyain, nama kambiyain selain menjadi nama desa juga di abadikan dalam nama jembatan, yaitu jembatan kambiyain yang menghubungkan desa juuh dengan desa sungsum di kecamatan tebing tinggi.
Sama seperti cerita tentang kunjungan – kunjungan ku yang lain, kali ini pun adalah dengan tujuan puskesmas keliling dan posyandu, berangkat dari puskesmas tebing tinggi dengan team pusling dan posyandu yang terdiri 1 juru imunisasi ( M. Hazairin’ Doank’, AMK), 1 Bidan ( Megawati, AM. Keb ), 1 Dokter ( dr. Volman )dan 2 Paramedis ( herry ‘ J – Panx’ AMK dan M. Deddy ‘ Di2t’ Narlianto, AMK) pagi 09:00 wita diiringi dengan lambaian tangan P- Man Ali umar yang sempat menitip salam buat udara dingin dan sejuk pegunungan, kepada irama angin menghembus dedaunan, riak air dingin yang jernih di batu batu, dan kepada gadis – gadis gunung tercantik baik yang masih lajang, atau sudah janda pun……tak apalah.
Sebenarnya kunjungan ke kambiyain nyaris batal lantaran kita kekurangan kendaraan,padahal team sudah siap tuk berangkat, bahkan team cadangan pun kepingin ikut berangkat pula, biasalah……biasalah meskipun kendaraan dinas di puskesmas cukup banyak, namun kebetulan yang di percayakan untuk merawatnya pada tak datang ke puskesmas, karena lagi ada pertemuan dan perjalanan dinas ke Dinas Kesehatan Kabupaten Balangan. Kendaraan plat merah Cuma ada 2 yang standby sedang yang 1 kaya nya terlalu posesive oleh yang di amanahi merawat kendaraan, kejadian seperti ini memang sering terjadi…….. tidak hanya di tempat kami tapi di tempat – tempat lain pun kejadian seperti ini sering pula terjadi………..sudah tahu bahwa ini memang diperuntukkan untuk menunjang pekerjaan.  atau menyadari saja sebenarnya bahwa ini memang milik bersama, namun lantaran sudah keenakan di pakai sudah merasa seperti asset pribadi. Dalam bekerja kita memang harus berpikir menggunakan hati, bukan dengan perut.
Namun karena memang sudah niatan mo berangkat……the show must go on, dengan perasaan berat kami pinjam juga kendaraan plat merah yang telah sebegitu posesif di tangannya, aku yakin pasti dengan berat hati pula ian meminjamkannya.  
3 Kendaraan roda dua plat merah ini pada akhirnya sukses juga menderu di jalanan beraspal penuh lobang, dengan berboncengan semua mengarah ke bagian hilir dari puskesmas tebing tinggi, melewati desa Tebing Tinggi, Gunung Batu, di persimpangan desa Sungsum kendaraan belok kiri dan memasuki Desa auh, aliran listrik dari kota Barabai dan Paringin berakhir di desa ini, jalanan yg tadi beraspal pun cuma sampai disini.
Penampilan kami benar – benar sudah seperti Petugas Penyuluh Lapangan Departemen pertanian yang turun ke lapangan, sebagian dari kami memakai sepatu boat karet, yang lain karena Boat karet hanya ada 4 pasang terpaksa hanya menggunakan sepatu kets, bahkan kadang teman teman yang lain nekat hanya menggunakan sandal jepit, karena menurut teman – teman yang biasa menggunkan lebih efektip dan biar lebih menyatu dengan warga, dan kepingin ikut merasakan apa yang di rasakan oleh warga dayak pitap saat melewati jalan – jalan ke kambiyain
beberapa saat setelah itu aku merasa berada di dua peradaban yang berbeda…disatu sisi listrik masih bisa dinikmati dengan jalanan beraspal, disatu sisi lainnya hutan kebun karet,jalanan berlubang dan berlumpur plus tanpa listrik…
Matahari tampak cerah dan bersahabat dengan kami, benar – benar saat yang tepat untuk melakukan sebuah kunjungan ke kambiyain, daun – daun, pepohonan, rerumputan di pinggir jalan, ranting – ranting pohon yang telah jatuh dari pohonnya tampak basah dan kuyup, tidak hanya karena basah embun pagi tadi, tapi karena sisa basah hujan senin semalam siang yang sempat turun dengan derasnya. Ujung Jalan beraspal telah hampir hampir terlewati, dari jauh terlihat  Gunung Besar  dengan puncaknya yang  kokoh  diselimuti kabut tipis khas pegunungan  meratus. Meski telah di beri pengerasan dengan campuran batu kali dan pasir namun kubangan lumpur seperti bubur lantaran hujan kemaren tetap lah ada, jalanan berkelok kelok layaknya trek off road mesti kami lewati, jalanan terasa licin….kami mesti hati – hati agar tidak jatuh dari kendaraan, kadang – kadang teman kami yang di bonceng mesti turun dari boncengan kendaraan dan mesti jalan kaki Karena jalanan terlalu licin, atau lantaran kubangan lumpur yang terlalu dalam.
Setelah melewati beberapa jembatan kami sampai di kambiyain hulu, di tempat ini terdapat pasar desa yaitu pasar kambiyain, pasar ini adalah pasar mingguan yang jatuh pada pada setiap hari selasa.pasar ini tidak terlalu besar, hanya berupa lapak – lapak sederhana yang di beri atap terpal dan apabila pasar telah usai terpal tersebut dilepas, bahkan kadang pelataran penduduk pun di jadikan lapak jualan……pasar ini mulai buka pagi pagi sekali sekitar pukul 07:30 pagi dan buka kurang lebih 1 jam, tidak jauh dari pasar kambiyain terdapat Sekolah dasar kambiyain, jenis bangunannya adalah banguna semi permanen, lantai bangunan sekolah dari semen sedang dindingnya dari kayu, di sekolah ini terdapat rumah dinas guru 1 buah yang menurut Hijri yang merupakan pengajar di sekolah ini, rumah ini telah ditempati oleh petugas kebersihan dan keamanan sekolah. Semua pengajar di sekolah ini pun tidak ada yang bertempat tinggal di seputaran desa kambiyain.sampai di daerah pasar kambiyain ini pula pengerasan jalan yang seadanya ini berakhir.
Perjalanan kami lanjutkan ke kambiyain hulu, jalan – jalan kami lewati kali ini benar – benar hanya berupa jalan setapak berwarna merah, warna khas tanah pegunungan. Jalanan sedikit mendaki kadang di sertai dengan kubangan – kubangan lumpur, dari perjalan yang sudah hati – hati sekarang harus lebih hati – hati lagi, karena jalan yang menunjak dan menurun ini benar – benar terasa lebih licin. Setelah membelah 2 sungai surut dan jernih, sampailah kami di kambiyain hulu, jarak dari kambiyain hilir ke kambiyain hilir ini kurang lebih 3 KM……..pos pusling dan posyandu kami memang berada di kambiyain hulu ini, pos ini merupakan rumh kader posyandu, rumahnya persis di samping kanan balai adat kambiyain. Pusling dan posyandu ini semua dilaksanakan dalam suasana lesehan, tidak ada nomor antrian, semua penduduk yang ingin mengikuti acara posyandu atau pengobatan sudah tahu kapan gilirannya atau buakan gilirannya, semua berjalan dengan suasana santai dalam ruangan yang aku rasakan cukup pengap.
Rumah penduduk rata – rata adalah bangunan non permanen dengan atap dari anyaman daun rumbia, bahasa keseharian yang digunakan di sini adalah bahasa banjar, bahasa banjar memang banyak kemiripannya dengan bahasa Indonesia, perbedaannya tipis sekali kadang yang seharusnya di ucapkan dengan hurup ‘O’ menjadi u atau hurup ‘E’ di ucapkan dengan ‘I’ atau ‘A’. tidak ada bahasa kesukuan khusus dayak di suku dayak pitap ini. Yang khas di setiap rumah penduduk kambiyain dan rumah – rumah warga suku dayak pitap adalah di setiap ujung halaman rumah terdapat sangkar batang kecil dari bambu yang pada ujungnya di belah empat kemudian di isi dengan tempurung kelapa yang di belah 2, tepurung ini kemudian dalam 1 atau 2 minggu sekali di isi dengan bubur gayam,bubur gayam adalah bubur yang di buat dari beras ketan yang di buat seperti kelereng kemudian di rebus dalam larutan air gula merah dan santan, tujuan pemasangan sangkar batang ini adalah untuk memberi makan bagi para roh penjaga rumah. Dalam rumah penduduk biasanya terdapat poster betulisan bahasa arab, atau poster – poster para wali islam, kadang terpikir olehku mungkin mereka adalah pemeluk agama islam, namun ternyata pada waktu kami tanyakan mereka bukanlah para pemeluk agama islam, namun menurut mereka poster – poster tulisan arab dan poster para wali ini memiliki tuah bagi mereka.
Dalam anggapanku, kambayain adalah desa di tengah hutan…….udara khas pegunungan benar – benar sebuah media relaksasi bagi ku, aku masih bisa melihat kepulan asap di rumah rumah penduduk dari tungku – tungku masak mereka, aku bisa mendengar angin yang menggoyang pohon dedaunan, aku masih bisa merakan hembus angin membilas peluh di dahiku, namun dalam pikirku yang terjujur , kuakui aku masih belum siap jika aku benar – benar menjadi bagian dari bagian yang sebenarnya dari kambiyain. Aku jadi teringat ucapan iparku wahyu dulu padaku saat ku ceritakan tentang kambiyain padanya…….kedamaian dan ketenangan kambiyain bagi kita hanya terasa dalam 1 atau 2 hari saja, selebihnya akan terasa membosankan, karena kita sudah terbiasa hidup dalam peradaban kita sendiri……..kehidupan kita dengan mereka jelas berbeda…..kupikir sekarang ada benar nya juga.
Kambiyain dalam Tahun - tahun sebelumnya ( 2009 ) masih gelap gulita, didesa ini belum ada penerangan listrik dari PLN, sebagai penerangan para penduduk masih menggunakan lampu templok, atau bagi keluarga yang agak mampu akan menggunakan genset……pada saat sekarang rumah – rumah penduduk di sini sudah mendapat bantuan dari pemerintah daerah berupa listrik tenaga matahari. meski kehidupan mereka kuanggap di tengah hutan, namun sebagian rumah penduduk sudah mempunyai antenna parabola untuk menonton TV sbagai media hiburan dan informasi, namun media hiburan dan informasi yang pasti ada di setiap rumah penduduk adalah Radio transistor…..peran Radio transistor bagi masyarakat dayak pitap begitu pentingnya, karena segala informasi seperti acara aruh adat, acara pernikahan semua di posting lewat Radio, Stasion Radio yang paling di gemari oleh masyarakat dayak pitap adalah Radio Swara Barabai dari kabupaten sebelah yaitu Hulu Sungai Tengah, dengan pembawa acaranya dengan sandi radio Bang Madi,…….nama Bang Madi begitu terkenal disini, bahkan seandainya Bang Madi ini banting setir kedunia Politik, sepertinya daerah dayak pitap bakalan siap mendukungnya………… jangan heran seandainya kita berpapasan dengan penduduk yang menggantungkan radio di lehernya pada saat bekerja di kebun atau pulang dari kebun,peran radio disini memang sangat tinggi. stasion Radio di Kabupaten balangan sampai sekarang memang masih belum ada  
Mata pencaharian masyarakat di sini adalah dari perkebunan karet dan bertani padi. Cara menanam padi di sini adalah dengan menanami bukit – bukit atau di sela – sela tanaman karet yang mereka sebut manugal, beras gunung atau tugal ini biasanya sangat harum dan pulen, para pria nya biasanya ada pekerjaan tambahan selain berkebun dan bertani yaitu berburu, yang menjadi hewan buruan mereka biasanya adalah Babi hutan yang memang banyak berkeliaran di daerah hutan kambiyain ini.
Pada saat posyandu dan pusling ini selesai, dan kami siap siap berkemas, udara pegunungan yang sejuk ini terasa semakin dingin, langit yang tadinya cerah kebiruan mulai di selimuti kabut tebal berwarna hitam, sebuah pertanda akan turun hujan…….kami harus cepat – cepat kembali ke puskesmas tebing tinggi, setelah berpamitan dengan penduduk kambiyain hulu yang di sekitar rumah penduduk yang kami jadikan pos, kendaraan plat merah kami pun menderu lagi melewati jalan jalan setapak berwarna merah dan membelah sungai kecil kambiyain, rinai mulai turun, semakin deras dan semkin deras, kami pun tak mungkin meneruskan perjalan pulang kami, di kambiyain hilir terpaksa kami berteduh di rumah – rumah penduduk……..kurang lebih 30 menit hujan deras menjadi bagian kami, dan dalam keadaan berteduh dari terpaan hujan ini kami gunakan untuk melayani warga yang sakit dan memerlukan pengobatan.
Pukul 14:00 wita kami tiba puskesmas tebing tinggi, sebagai pelepas lelah dan penghangat tubuh setelah kehujanan secangkir teh hangat atau secangkir kopi instan menjadi bagian kami, dalam pikiran kami semua……..,sebulan lagi kami baru akan kembali berkunjung ke kambiyain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar